Kamis 26 Aug 2021 00:48 WIB

Akademisi: Pidato AHY di CSIS Kritis dan Menyentuh

Akademisi menilai pidato Ketum Demokrat AHY bernada tajam dan kritis.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir menilai Pidato Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, dalam rangka 50 tahun CSIS menarik. Menurutnya, AHY sudah benar mengatakan mengenai daya tahan sebagai kapasitas yang harus dimiliki oleh Indonesia.

"Sangat-sangat menarik. Mas AHY menyentuh beberapa isu krusial seperti pandemi, kualitas demokrasi yang menurun, efek disrupsi hingga buzzer," kata Sulfikar Amir dalam keterangan, Rabu (25/8).

Baca Juga

Dalam pidatonya, AHY menekankan tentang perlunya memperkuat daya tahan dan daya saing bangsa untuk mencapai puncak kejayaan bangsa pada tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka. Sulfikar melanjutkan, akan menarik jika soal resiliensi ini bisa diperkuat melalui peran-peran institusi karena di sini domainnya Demokrat sebagai partai politik.

"Dalam gambar besarnya, resiliensi mencakup bagaimana kita berpolitik, bagaimana demokrasi disusun, bagaimana proses pembuatan kebijakan dilakukan, bagaimana partisipasi publik itu didorong dan lain-lain," katanya.

Pengamat politik dari UNJ, Ubedilah Badrun melihat pidato Ketum AHY ini cukup berbeda dengan pidato Ketum-ketum parpol lain sebelumnya. Dia menilai wajar kalau pidato tersebut bernada cukup tajam mengingat posisi Demokrat sebagai partai non pemerintah.

"Kalau tidak kritis, apa bedanya PD dengan partai-partai koalisi pemerintah?" kata Ubedilah.

Secara khusus, Ubedilah menyoroti bagian pidato AHY yang mempertanyakan mengapa kritik terhadap pemerintah selalu dianggap sebagai lawan. Dia menegaskan, dalam pemerintahan yang demokratis, kritik merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Jangan dianggap sebagai lawan, apalagi kemudian dihadapi dengan bullying, represi, bahkan diburu seperti penjahat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement