Rabu 25 Aug 2021 16:00 WIB

Cerita Nidom Soal Ketertarikan Turki Beli Vaksin Nusantara

Turki menawarkan uji klinik fase 3 vaksin Nusantara dilakukan di sana.

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto penggagas vaksin Nusantara.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto penggagas vaksin Nusantara.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Febrianto Adi Saputro, Dessy Suciati Saputri

Vaksin Nusantara memang belum ditetapkan sebagai salah satu vaksin resmi yang bisa digunakan di Indonesia. Vaksin Nusantara namun sudah dilirik pemerintah Turki untuk digunakan di negaranya. Kabarnya Turki ingin membeli 5,2 juta dosis vaksin Nusantara.

Baca Juga

Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga Prof Chairul Anwar Nidom mengemukakan, ketertarikan Pemerintah Turki untuk membeli vaksin Nusantara berbasis sel dendritik dari Indonesia. "Yang jelas, memang luar negeri sudah ada yang minat. Saya dapat informasi dari Dokter Terawan Agus Putranto (penggagas vaksin Nusantara) bahwa ada keinginan dari negara Turki membeli vaksin Nusantara," kata Nidom yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (25/8) siang.

Dalam dialog di kanal Youtube Siti Fadilah, Kamis (19/8), Nidom menyampaikan bahwa vaksin Nusantara rencananya akan dipesan negara Turki sebanyak 5,2 juta dosis. "Pada acara tersebut saya sampaikan bawa untuk tindak lanjutnya apakah nanti akan dikelola G to G (antarpemerintah) atau antar-business to business (transaksi bisnis) saya tidak tahu," katanya.

Menurut Nidom, pemerintah Turki bahkan menawarkan uji klinik untuk fase 3 vaksin Nusantara dilakukan di negara mereka. "Untuk Turki, vaksin Nusantara ini justru menguntungkan, karena terus terang bahwa vaksin Nusantara ini dari aspek risiko toksisitas (keracunan), faktor sosial agama itu kan tidak ada masalah. Jadi kalau dia bisa menangkap itu, paling tidak negara Islam akan di-cover sama Turki," katanya.

Nidom menilai vaksin Nusantara merupakan potensi bagi Indonesia untuk dijadikan aspek ekonomi berkat terobosan baru dalam teknologi kesehatan dari sebuah vaksin yang sudah berumur 300 tahun itu. Berdasarkan pengamatan aspek sains, pada uji klinik fase 1 dan 2 pada para relawan, tidak ditemukan masalah, bahkan para relawan merasa lebih nyaman usai penyuntikan vaksin Nusantara.

Baca juga : Sebelum Ditangkap Polisi, Muhammad Kece Sembunyi di Bali

"Perbedaannya, vaksin Nusantara karena sel dendritik itu tidak terjadi inflamasi. Sementara vaksin yang konvensional ini akan terjadi inflamasi," katanya.

Inflamasi yang dimaksud adalah kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang kerap dialami peserta vaksinasi Covid-19 seperti reaksi demam, kepala pusing, bengkak, bercak kemerahan dan sebagainya usai seseorang menerima suntikan vaksin konvensional. "Vaksin konvensional yang saya maksud adalah yang berbasis inactivated virus (virus yang dimatikan) maupun platform mRNA. Teknologi memasukkan sesuatu ke dalam tubuh seseorang dengan bahan asing itu adalah konvensional," katanya.

Nidom mengatakan vaksin berbasis inactivated virus maupun mRNA yang kini umum digunakan sejumlah produsen vaksin Covid-19 memiliki perbedaan mekanisme kerja dengan sel dendritik yang dimiliki vaksin Nusantara. "Inflamasi tergantung merembetnya ke mana, sementara kalau sel dendritik tidak menimbulkan inflamasi, bahkan dia akan merendahkan inflamasi yang komorbid (penyakit bawaan)," katanya.

Nidom mengatakan vaksin Nusantara juga relatif aman bagi orang-orang yang sedang komorbid berdasarkan testimoni dari sejumlah relawan seperti mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah hingga mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. "Komorbidnya malah mengalami pengurangan beban," katanya.

Sedangkan sel dendritik pada vaksin Nusantara, kata Nidom, diterapkan dengan cara mengeluarkan 'mesin' di dalam tubuh untuk diolah di luar tubuh, kemudian setelah aktif dimasukkan kembali ke dalam tubuh penerima manfaat. "Ini kan teknologi baru," katanya.

Nidom menyakini Virus Nusantara juga bisa dimanfaatkan baik untuk mengendalikan mutasi virus Corona di Tanah Air. "Kalau kita hanya mengandalkan vaksin konvensional, buktinya sampai sekarang untuk varian Delta formulasinya pun juga tidak diubah-ubah. Kalau dengan vaksin Nusantara hanya 50 hari, kita sudah mendapatkan formulasi baru," katanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nidom beserta tim, vaksin Nusantara diklaim memiliki kemampuan membuat mutasi virus Delta yang tadinya ganas menjadi lemah. "Jadi mempercepat proses waktu pengendalian virus di lapangan," katanya.

Baca juga : Arab Saudi Setujui Vaksin Sinovac dan Sinopharm

Menurut Nidom, vaksin Nusantara yang saat ini memasuki uji klinik fase 3 dapat diandalkan untuk mengendalikan risiko mutasi varian baru dari SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Jika tidak segera dikendalikan, Nidom memperkirakan virus akan terus bermutasi menjadi lebih mengerikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement