Selasa 24 Aug 2021 12:58 WIB

Gerindra: Kami Harap Sering Menginjakkan Kaki di Kantor PDIP

PDIP mengaku kedua partai bernostalgia pada koalisi Megawati-Prabowo tahun 2009.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menggelar pertemuan di kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/8).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menggelar pertemuan di kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani bersama sejumlah pengurus pusat partai berkunjung ke kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pertemuan tersebut diklaim sebagai tindak lanjut pembicaraan antara dirinya dengan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto.

Muzani mengaku baru pertama kali mengunjungi kantor DPP PDIP. Ia berharap Gerindra lebih sering menginjakkan kaki di kantor DPP PDIP. "Terus terang buat kami dan kita semua ini injakan kaki pertama di kantor DPP PDIP. Kami berharap ini bukanlah injakan kaki terakhir dan sering menginjakan kaki di sini bersama-sama," ujar Muzani, dalam pertemuan yang dipantau secara daring, Selasa (24/8).

Wakil Ketua MPR ini mengeklaim pertemuan Gerindra dan PDIP hanya untuk bersilaturahim. "Untuk saling bertemu saling bersilahturahim, untuk bertukar dan berpikir tentang banyak hal berpikir banyak hal bangsa negara dan masyarakat," ujar Muzani.

Ia mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini pemerintah membutuhkan dukungan dari partai politik. Mengingat PDIP dan Partai Gerindra merupakan partai pendukung pemerintahan Joko Widodo. "Pemerintah memerlukan dukungan besar dari seluruh kekuatan partai politik dan komponen partai politik. Tentang apa dan langkah yang diambil pemerintah supaya baik dan benar," ujar Muzani.

Sementara itu, Hasto mengatakan bahwa pertemuan tersebut menjadi kenangan tersendiri. Sebab kedua partai pernah berkoalisi mengusung Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto di pemilihan presiden (Pilpres) 2009.

"Dengan kunjungan ini langsung bernostalgia pada tahun 2009 lalu, pasangan Mega-Prabowo saat itu kita bekerja sama," ujar Hasto.

Pilpres 2009, kata Hasto, memperlihatkan politik yang menghalalkan segala cara. Saat adanya manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), elemen Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang jadi pengurus partai, hingga bantuan sosial yang dijadikan alat meningkatkan elektoral.

"Demokrasi mengunakan hukum aparat sebagai alat untuk memenangkan pemilu itu menjadi evaluasi bersama dari kedua partai," ujar Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement