Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nor Rahma Sukowati

Refleksi Kemerdekaan : Digitalisasi Pendidikan Literasi dan Sinergitas Keluarga

Eduaksi | Tuesday, 24 Aug 2021, 09:18 WIB

Tahun 2021 ini, generasi Indonesia kembali merayakan kemerdekaan di tengah pandemi. Sebagian generasi masih berdamai dengan keadaan, sebagian lagi sudah melejit dengan kecanggihan teknologi yang tersuguhkan. Kendati demikian, gelora dan semangat para pejuang tetap tersalurkan melalui beberapa program virtual yang tak kalah menarik. Dalam dunia pendidikan, menyadarkan generasi akan perjuangan bangsa adalah tujuan utama bagi serangkaian selebrasi kemerdekaan. Di sisi lain, mereka akan selalu ingat akan kiprah serta peristiwa berdarah demi pembebasan bangsa. Tujuannya satu, rasa sense of belonging akan kemerdekaan bisa menjalar dalam jiwa generasi. Beragam aktivitas secara offline maupun online dilakukan.

Salah satu perlombaan yang ramai digagas yakni lomba berliterasi dengan berbagai sarana. Tujuan lomba ini sederhana, ingin mengkolaborasikan antara perjuangan dan kebahagiaan seperti yang pernah dirasakan oleh para pahlawan. Harapannya, perlombaan ini memang menuntut generasi ikut merasakan susahnya berjuang dalam berliterasi, namun di akhir mereka akan tetap tersenyum walaupun tengah menghadapi derasnya permasalahan akibat pandemi. Sebab, literasi adalah jendela kehidupan mereka. Dalam banyak episode kehidupan, literasi bagi pendidikan adalah nyawa yang tak terpisahkan. Sebab dengan literasi, intelektualitas generasi akan semakin terasah. Namun nampaknya, peningkatan partisipasi generasi dalam literasi tak lebih baik daripada partisipan joget challenge. Hal ini dibuktikan dengan porsentase Indonesia dalam penilaian survei PISA dan TIMSS beberapa tahun terakhir, kemampuan literasi generasi Indonesia masih di bawah rata – rata.

Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pengimplementasian program AKM (Asesment Kompetensi Minimum) dirasa sangat tepat sasaran bagi kalangan pendidikan mulai dari jenjang SD, SMP, SMA/SMK. Program ini pun ditopang dengan dana yang lumayan besar agar hasilnya dapat optimal. Penggunaan teknologi untuk menunjang program AKM dinilai lebih efektif untuk menghindari hal – hal buruk nantinya. Namun, nampaknya keidealan konsep tersebut belum terlaksana secara masif karena sebagian infrastruktur, sumber daya manusia serta fasilitas sekolah belum memadai.

Dalam tulisan Bapak Muhammad Abduh (Jawa Pos 02/10/20), faktor kesenjangan yang berkaitan dengan koneksi internet maupun teknologi sekolah alias kesenjangan digital masih menjadi masalah utama. Belum lagi adanya kesenjangan ekonomi keluarga yang turut berkontribusi sebagai hambatan program AKM. Di Jawa Timur sendiri, ada beberapa sekolah dasar maupun tingkat menengah yang masih belum mendapatkan dana bantuan kuota untuk kesuksesan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kasi SMA PK-PLK Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah Kediri, Bapak Chairul Effendi membenarkan bahwa program bantuan kuota bagi sekolah belum terdistribusi secara merata sebab ada yang belum turun (RRI.CO.ID/090821). Padahal, kesuksesan dalam PJJ juga nantinya akan berimbas pada peningkatan kualitas siswa mengikuti program AKM.

Agar hambatan – hambatan tersebut dapat terlewati dengan baik, memang diperlukan adanya sinergitas antara Kemendikbud, tenaga kependidikan, operator sekolah, teknisi bahkan sampai lingkungan keluarga. Sebab, keseluruhan aspek ini akan memberikan sumbangsih bagi berjalannnya proses penyiapan generasi berliterasi.

Dari segi Kemendikbud maupun sekolah tentu sudah melakukan berbagai cara untuk menunjang keterlaksanaan program AKM. Mulai dari program literasi bagi tenaga kependidikan seperti program Pembatik (Pembelajaran Berbasis TIK) 2021 dimana para guru – guru di Jawa Timur menempati posisi teratas dalam acara tersebut. Pun, program pembekalan teknis bagi para teknisi jaringan agar koneksi internet sekolah baik di kota maupun desa bisa merata. Tentu, adanya dukungan dari berbagai pihak serta program pembekalan akan memberi kemudahan dalam proses penerimaan digitalisasi pendidikan.

Pertama, aspek lain yang perlu dipertimbangkan yakni peran keluarga dalam menunjang fasilitas baik secara materiil maupun moril. Fasilitas secara materiil tentu berbeda – berbeda di setiap keluarga. Sebab hal tersebut akan sangat berkaitan dengan faktor ekonomi. Agar tak terjadi kesalahpahaman antar keluarga dalam penyediaan fasilitas bagi generasi, maka penyuluhan akan digitalisasi pendidikan sangat dibutuhkan. Pembahasannya yakni dimulai dari konsep serta teknis penyelenggaraan.

Semakin banyak keluarga yang memahami tujuan digitalisasi pendidikan hari ini, semakin banyak pula generasi yang cerdas berliterasi di tengah pandemi. Konsep penyuluhan maupun sosialiasi untuk digitalisasi pendidikan ini pun bisa dilakukan dengan berbagai wasilah salah satunya dengan program pertemuan wali murid secara berkala. Selain membiasakan wali murid dengan konsep digitalisasi sekolah, mereka juga dapat melihat perkembangan generasi melalui pelaporan sekolah. Dalam pertemuan tersebut pun, sekolah dapat membuat kolaborasi untuk program peningkatan literasi berdasarkan pemetaan kondisi siswa.

Kedua, bantuan yang tepat sasaran juga sangat dibutuhkan bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab, sebelum dan selama pandemi berlangsung banyak generasi yang menyerah dengan pembelajaran sekolah. Di pertengahan Juni 2021 ini, pemberitaan bahwa BPK (Badan Pengawas Keuangan) telah menegaskan bahwa dana bantuan untuk program Indonesia Pintar senilai Rp. 2,86 Triliun yang sudah didistribusikan kepada 5.364.986 siswa yang seharusnya tidak layak menerima bantuan. Artinya, terdapat banyak siswa di luaran sana yang masih membutuhkan bantuan pendidikan khususnya selama pandemi ini.

Maka dari itu, pemetaan terhadap penyaluran bantuan program Indonesia Pintar harus bersinergi dengan pemerintah daerah khususnya di daerah desa tertinggal. Hal ini patut menjadi prioritas, agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh antara pendidikan generasi di desa maupun kota. Verifikasi data pun seyogyanya perlu dilakukan secara berkala, agar bantuan bisa tepat sasaran hanya tersalur pada keluarga yang membutuhkan. Upaya pencegahan terhadap budaya korupsi pada bantuan sosial seperti bantuan pendidikan ini juga jangan sampai ketinggalan. Sebab, di tengah kehidupan serba kekurangan seperti sekarang bisa saja ada sebagian oknum yang tidak tahu malu ikut memakan dana bantuan.

Kedua upaya diatas memang tidaklah mudah. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang, banyak kepentingan selain pendidikan yang perlu untuk ditangani. Namun, jika kemerdekaan dalam pendidikan tak segera diperjuangan, maka 76 tahun meredek rasanya hanya jargon semu belaka. Sebab pendidikan masih tak berarah dan memiliki kejelasan dalam tujuan. Inilah hakikat pendidikan yang tergagas dalam pola pikir keuntungan semata. Tak salah memang mencari keuntungan, tapi benarkah pendidikan hanya sebatas keuntungan belaka?

Nor Rahma Sukowati S.Pd.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image