Senin 23 Aug 2021 10:21 WIB

PAUD, Yang Bertahan dan Terempas Selama Pandemi

Jumlah peserta PAUD 2020/2021 turun sekitar 600 ribu anak

Guru Taman kanak kanak (TK) menyelesaikan pembuatan alat edukasi diri berupa gambar bagian anggota tubuh dari kardus bekas dan karton untuk bahan ajaran anak saat persiapan kunjungan proses belajar mengajar di TK Rumah Anak Nanggroe Aceh, Desa Punge Blang Cut, Banda Aceh, Aceh, Selasa (21/7/2020). Untuk keberlangsung pendidikan anak usia dini yang terdampak pandemi COVID-19, sejumlah guru TK Ruman Aceh itu melaksanakan metode pembelajaran dengan mendatangi sebanyak 60 rumah warga duafa, di barak penampungan maupun di rumah sewa, karena mereka tidak memiliki handphone atau laptop untuk belajar secara daring.
Foto: ANTARA/AMPELSA
Guru Taman kanak kanak (TK) menyelesaikan pembuatan alat edukasi diri berupa gambar bagian anggota tubuh dari kardus bekas dan karton untuk bahan ajaran anak saat persiapan kunjungan proses belajar mengajar di TK Rumah Anak Nanggroe Aceh, Desa Punge Blang Cut, Banda Aceh, Aceh, Selasa (21/7/2020). Untuk keberlangsung pendidikan anak usia dini yang terdampak pandemi COVID-19, sejumlah guru TK Ruman Aceh itu melaksanakan metode pembelajaran dengan mendatangi sebanyak 60 rumah warga duafa, di barak penampungan maupun di rumah sewa, karena mereka tidak memiliki handphone atau laptop untuk belajar secara daring.

Oleh : Sri Martiani Dermawan, S.Si, Lulus sebagai Sarjana Matematika Institut Teknologi Bandung tahun 1993. Mendirikan Taman Kanak Kanak pada tahun 2000 dan menjadi Kepala Sekolah TK selama 21 tahun. Sejak tahun 2002 menjadi pengurus Yayasan Pendidikan Harapan Umat. Tahun 2016 - sekarang diamanahi menjadi Ketua IGTKI Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi sudah berlangsung selama  satu setengah tahun. Selama itu pula kegiatan belajar diadakan di rumah, termasuk pendidikan anak usia dini. Alih alih belajar bersama teman sebaya , semua kegiatan dilakukan bersama orangtua. Lalu bagaimana nasib lembaga taman kanak kanak dan SPS selama pandemi ini?

Menurut Dirjen Paud Dikdasmen Kemdikbud  Jumeri, Jumlah peserta PAUD pada tahun ajaran 2020/2021 turun sekitar 600 ribu anak. Hal tersebut beliau sampaikan saat menghadiri webinar Hari Gizi Nasional Senin tanggal 1 Februari 2021, di Jakarta. Pada awal tahun ajaran 2021/2022 jumlah tersebut semakin menurun.

Padahal sebelum pandemi pun angka partisipasi kasar (APK) Paud Nasional hanya mencapai 41,18. Dari 19.118.894 anak usia 3-6 tahun yang masuk sekolah PAUD cuma 7.873.572 anak.(data BPS tahun 2020 ). Artinya belum sampai 50 persen anak usia dini yang berkesempatan sekolah di TK/SPS/RA/KB.

Apa dampak  yang dihadapi oleh lembaga akibat penurunan jumlah siswa tersebut?Pertama, turunnya jumlah siswa yang diterima di PAUD pasti berdampak pada kemampuan perkembangan anak. Anak kehilangan kesempatan bersosialisasi bersama teman sebaya dan orang dewasa selain keluarga. Padahal pada usia ini anak membutuhkan lingkungan sosial untuk membentuk karakter dan mengembangkan 6 aspek perkembangannya. Hilangnya kesempatan bermain ini bisa menimbulkan stress yang berkelanjutan jika tidak ditangani dengan baik.

Kedua, keberlangsungan hidup lembaga, dimana sebagian besar paud(TK) menggantungkan biaya operasionalnya dari iuran siswa. Ketidak mampuan lembaga mengatasi masalah ini  menyebabkan banyak sekolah yang merumahkan gurunya, bahkan menutup sekolah.

Ketiga adalah guru. Ketiadaan pembelajaran tatap muka di sekolah bersama siswa menyebabkan guru kurang maksimal mengenal siswa. Mereka kesulitan  mengeksplorasi kegiatan bermain dan mengembangkan aspek perkembangan anak. 

Menurunnya jumlah siswa juga menyebabkan menurunnya juga jumlah pendapatan yang didapat oleh guru. Banyak yang hanya digaji sejumlah uang pulsa buat belajar online. Di sisi lain, beban tanggung jawab guru semakin bertambah karena harus mempersiapkan bahan ajar yang  beragam. Guru juga dituntut kreatif saat mengirimkan bahan ajar baik berupa gambar, video ataupun Voice note.

Lantas, apa yang menyebabkan masyarakat enggan memasukkan anaknya ke lembaga PAUD? .Banyak yang menganggap belajar daring hanya menambah beban orangtua. Sebagian lagi menganggap ketrampilan yang dibutuhkan saat ini hanyalah membaca , menulis dan berhitung. Sehingga aspek bermain, bersosialisasi dan mengembangkan diri di reduksi menjadi 3 kemampuan tersebut. Wajar dalam saat pandemi inipun, kursus atau les baca, tulis dan berhitung tetap menjamur walaupun dilakukan secara sembunyi sembunyi.

Bagaimana lembaga dalam hal ini yayasan mempertahankan kelangsungan hidupnya?. Sebagai lembaga swasta , tentu banyak biaya operasional yang  harus dikeluarkan setiap bulannya. Mulai  gaji guru, listrik, kebersihan, perlengkapan administrasi, kuota, dan lain lain. Sebagian pimpinan lembaga mengeluarkan kantong pribadi untuk membayar gaji guru, sebagian lagi  merumahkan tenaga pengajar, membayar gaji guru dua bulan sekali, dan yang lebih miris, tetap mengajar tanpa dibayar.

Sementara itu mempersiapkan sekolah daring bukanlah hal yang mudah. Apalagi bagi guru yang belum melek teknologi. Perlu usaha  yang sungguh sungguh  untuk merubah paradigma dan kemampuan mengajar cara baru tersebut. 

Karena begitu berat perjuangan yang harus dilakukan, dengan penghasilan yang tidak seberapa, bahkan tidak dibayar, maka banyak lembaga dan guru yang kemudian memutuskan berhenti . Sekolahnya ditutup dan gurunya beralih profesi. 

Tentunya hal ini sangat disayangkan. Pada saat kita hendak berjuang meningkatkan APK PAUD, pandemi menurunkan partisipasi orangtua dan siswa ke sekolah. Kita tak bisa mendeteksi seperti apa proses pertumbuhan dan perkembangan anak di rumah selama anak usia dini tersebut tidak terkoneksi ke lembaga pendidikan dan kesehatan. Posyandu dan kegiatan tumbuh kembang lainnya pun sementara ini ditutup.

Akankah kita membiarkan 19 juta anak usia dini kita ini tumbuh dan berkembang tanpa bimbingan yang maksimal? Padahal mereka adalah calon penduduk produktif di tahun 2045 nanti. 

Harapan kita semua, pemerintah tidak abai akan hal ini. Perlu keseriusan semua pihak, menyikapi kondisi yang terjadi. Isu wajib PAUD satu tahun yang sempat dicanangkan pemerintah perlu diwujudkan dalam langkah nyata. 

Alangkah indahnya jika ada kolaborasi antara dinas pendidikan, GOPTKI, organisasi profesi guru, dinas kesehatan, kependudukan, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga bunda PAUD di seluruh jenjang. Yang paling penting adalah adanya kebijakan pemerintah, baik aturan maupun dana yang memadai buat keberlangsungan masa depan bangsa ini. Sekali kita lalai , negara kita taruhannya.

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement