Senin 23 Aug 2021 07:34 WIB

‘Perang' Hadits Palsu Kubu Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib

Gerakan pemalsuan hadits juga dilatarbelakangi afiliasi politik

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Gerakan pemalsuan hadits juga dilatarbelakangi afiliasi politik. Ilustrasi pemalsuan hadits
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gerakan pemalsuan hadits juga dilatarbelakangi afiliasi politik. Ilustrasi pemalsuan hadits

REPUBLIKA.CO.ID, — Pada zaman kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, perpecahan (politik) terasa, tetapi tidak sampai menimbulkan konflik terbuka di antara sesama Muslimin. Barulah sesudah syahidnya Khalifah Utsman bin Affan, beberapa perang saudara terjadi. 

Kubu khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan saling berhadapan di Perang Siffin pada 657 M. Setelah terjadi rupa-rupa konfrontasi, Hasan dan Husain keduanya anak-anak Ali menerima pemerintahan Muawiyah pada 41 H/661 M. Tahun tersebut dinamakan 'Am al-Jama'ah (Tahun Persatuan) karena kaum Muslimin kembali bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah.

Baca Juga

Prof KH Said Aqil Siradj dalam buku Kontroversi Aswaja: Aula Perdebatan dan Reinterpretasi (2000), menjelaskan nuansa damai dari `Am al-Jama'ah tidak berlangsung lama. Banyak elite Dinasti Umayyah yang masih saja memandang sinis (bekas) lawan politik mereka.

Padahal, kubu Ali nyata-nyata telah mengalami kekalahan-politik yang telak. Bahkan, beberapa raja Umayyah menerapkan kampanye penuh stigma terhadap sepupu Nabi SAW itu, beserta anak keturunannya.

Sebagai contoh, khatib di masjid-masjid negara Umayyah diharuskan menutup khutbah Jumat dengan doa-doa keburukan untuk sang Karamallaahu Wajhah. Instruksi ngawur itu baru dicabut pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan Umayyah. Para ekstremis yang berdiri di pihak pro-Ali pun tak kurang parahnya. Mereka sering kali menjelek-jelekkan pemerintahan Umayyah.

Baca juga : Penjelasan Medis Puasa Sunnah yang Bisa Menyehatkan Tubuh

Bahkan, pada akhirnya Ali sendiri wafat akibat di bunuh Khawarij. Kaum tersebut mulanya mendukung Ali, tetapi kemudian menuduhnya sebagai kafir selepas peristiwa arbitrase (tahkim). 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement