Sabtu 21 Aug 2021 19:00 WIB

Penuhi Hak Yatim-Yatim Pandemi

Anak-anak mesti menelan pahitnya kehidupan karena ditinggal selamanya oleh orangtua

Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) didampingi Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto (kanan) menyalurkan bantuan untuk anak yatim di Kampung Sindangsari, Serang, Banten, Jumat (13/8/2021). Mensos menyalurkan bantuan rehabilitasi sosial bagi warga terdampak COVID-19 dari kelompok penyandang disabilitas, anak yatim, rumah saakit, dan warga lanjut usia senilai Rp1,58 miliar.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) didampingi Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto (kanan) menyalurkan bantuan untuk anak yatim di Kampung Sindangsari, Serang, Banten, Jumat (13/8/2021). Mensos menyalurkan bantuan rehabilitasi sosial bagi warga terdampak COVID-19 dari kelompok penyandang disabilitas, anak yatim, rumah saakit, dan warga lanjut usia senilai Rp1,58 miliar.

Oleh : Ir Euis Komariah, Penyuluh KB Ahli Madya BKKBN Provinsi Jawa Barat

 

REPUBLIKA.CO.ID, Dampak pandemi Covid-19 sudah dirasakan  semua pihak. Tidak sedikit karyawan yang dirumahkan (atau di-PHK). Di sisi lain, cukup banyak pekerja informal yang merosot bahkan tidak berpenghasilan.

Hal ini tentu berdampak langsung kepada anak. Survei global Save the Children di 46 negara -- termasuk Indonesia --  pada 2020 lalu, ada beberapa dampak pandemi tersembunyi yang dirasakan mereka.

Pertama, anak lebih sering mengalami kekerasan domestik dan menghadapi risiko kekerasan tiga kali lipat dari sebelum pandemi. Potret kemiskinan anak juga meningkat. Sebanyak 56% orangtua menyatakan bahwa mereka seringkali meminjam uang karena kehilangan pekerjaan, dan 65% anak mengonsumsi makanan lebih sedikit karena keterbatasan ekonomi. 

Pada sektor pendidikan, sebanyak 91% keluarga dengan status minoritas tidak yakin anaknya dapat kembali bersekolah. Tantangan di sektor pendidikan juga sangat besar mulai dari akses, kualitas dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas pada lingkungan yang aman.

Selain dampak di atas, ada ketakutan anak-anak terpapar dan juga berpotensi kehilangan orang terdekat yang meninggal akibat Covid-19. Tidak sedikit diantara mereka yang harus menjadi yatim, piatu dan yatim piatu. Anak-anak mesti menelan pahitnya kehidupan karena ditinggal selamanya oleh orangtua, sehingga menyisakan luka mendalam bagi mereka.

Dalam situasi anak yang berduka karena kehilangan orang tua yang meninggal dunia, anak perlu selalu didampingi oleh orang dewasa di sekitar mereka. Selain memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi, perlu ada figur yang berperan sebagai orang tua, yang memberikan kasih sayang, mendengarkan dan merespon kebutuhan anak.

Bagaimana jika anak yang terjangkit Covid-19? Perlu ada shelter transisi bagi anak untuk menjalani isolasi mandiri setelah bagian dari keluarganya terpapar Covid-19. Penularan yang cepat membuat pilihan untuk memindahkan pengasuhan anak kepada keluarga lainnya agar tidak tertular.  

Kondisi tersebut tentu membuat masa depan anak menjadi rentan.  Berdasarkan penelitian Sukmawati (2016) dalam Profil Anak Indonesia 2020, anak yang tidak tinggal dengan orang tuanya rawan terjatuh dalam konsep diri yang negatif. Apalagi bila terjadi pada kondisi yatim/piatu akibat Covid-19 yang sangat mendadak dan mencekam. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)  terus menata data anak yang kehilangan kedua orangtuanya. Data ini penting sebagai dasar Kemensos untuk memberikan bantuan kebutuhan dasar, pendampingan psikologis oleh Pemerintah Daerah dan lembaga profesi, dan penyiapan pengasuhan alternatif yang tepat bagi masing-masing anak.

Hingga 16 Agustus 2021  Kemen PPPA   mencatat anak (usia 0 – 17 tahun) yang terdampak Covid-19 karena orangtuanya meninggal sebanyak 3.026 orang.      Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 4 juta kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia dan secara spesifik setidaknya 2 juta anak kehilangan orangtua maupun kakek-neneknya.

Rentannya anak terhadap pandemi  merupakan peringatan bagi kita semua. Kita perlu menempatkan pemenuhan hak mereka agar menjadi prioritas utama karena anak adalah masa depan kita. Merekalah generasi penerus yang menentukan masa depan bangsa.  Mereka kelompok yang paling berisiko dan merasakan dampak dari pandemi, sehingga perlindungan dan kesejahteraan anak harus menjadi prioritas pemerintah.

Ada 10 hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua/keluarga, yaitu hak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, mendapatkan perlindungan, mendapatkan nama (identitas), mendapatkan status kebangsaan, mendapatkan makanan, mendapatkan akses kesehatan, mendapatkan rekreasi, mendapatkan kesamaan dan berperan dalam pembangunan. Sebagian besar hak ini sudah terenggut karena pandemi. 

Upaya pemenuhan hak – hak anak perlu menjadi prioritas. Karena itu, penanganan Covid-19 harus lebih berpihak kepada anak. Keterlibatan anak dan orang muda dalam proses pembangunan dan penanganan pandemi menjadi sangat penting untuk memastikan program  tepat sasaran dan menjawab kebutuhan anak. Pemerintah perlu tahu apa yang anak – anak harapkan dan butuhkan. Salah satu cara adalah memberi ruang aman untuk anak agar dapat menyampaikan ide, gagasan serta fakta yang paling dekat dengan anak agar setiap program dapat tepat sasaran. 

Anak yang kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya rentan dengan sejumlah risiko. Misalnya, tidak terpenuhinya kebutuhan secara fisik untuk tumbuh kembang, tidak adanya pengasuhan, terabaikannya pendidikan, masalah psikososial anak,dan keluarga pengasuh. Anak juga rentan mengalami penelantaran dan kekerasan.

Sesuai UUD 45,  bantuan bagi anak yatim piatu apalagi di tengah kondisi Covid-19 merupakan amanah pasal 34 Ayat (1) yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Anak-anak tersebut perlu diberikan perlindungan khusus dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, belajar dan rekreasi, jaminan keamanan dan persamaan perlakuan. Juga pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial. 

Oleh karena itu  pemerintah baik pusat maupun daerah harus melakukan edukasi kepada masyarakat agar keluarga melaporkan setiap peristiwa anak yang kehilangan orang tua kepada aparat pemerintah secara berjenjang.  Intervensi juga perlu dilakukan, dalam bentuk pendampingan sosial bagi anak dan keluarga. 

Dengan memberikan dukungan dan perhatian tentang pemenuhan hak dasar anak melalui dukungan masyarakat sekitar dan bantuan sosial lainnya , diharapkan  belasan ribu anak-anak yatim piatu akibat Covid-19 tersebut tidak menjadi “loss generation”. Mereka harus  tetap bisa memiliki masa depan gemilang melalui kehadiran negara, di tengah ketidakhadiran orang tua mereka yang telah meninggal akibat Covid-19.

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement