Jumat 20 Aug 2021 13:16 WIB

PPP: Tak Ada Pertentangan Islam dan Demokrasi

Menyandingkan Islam dan demokrasi menjadi cita-cita menyongsong Indonesia Emas 2045.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Menteri Bappenas yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa saat berkunjung ke sejumlah daerah di Provinsi Sumatera Barat
Foto: Humas Bappenas
Menteri Bappenas yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa saat berkunjung ke sejumlah daerah di Provinsi Sumatera Barat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa, menegaskan bahwa demokrasi wajib menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat. Menurutnya tanpa kesejahteraan, maka demokrasi dinilai gagal.

"Demokrasi tanpa kesejahteraan demokrasi yang gagal. PPP terpanggil sejarah untuk membuktikan bahwa demokrasi adalah pohon dengan buah yang manis, bukan pohon berbuah yang pahit, apalagi beracun," kata Suharso dalam pidatonya di peringatan HUT Center for Strategic and International Studies (CSIS) ke-50 secara daring, Jumat (20/8).

Suharso mengatakan, PPP sebagai partai berlandaskan rahmatan lil 'alamin merasa terpanggil untuk membuktikan bahwa fungsi terpokok demokrasi yaitu menyejahterakan umat, memuliakan rakyat, dan membangun bangsa. Bagi PPP, demokrasi adalah instrumen untuk berlomba-lomba mewujudkan kebaikan dan kebajikan.

"Demokrasi bukanlah alat untuk memecah belah, demokrasi bukan alat untuk saling mencaci, membenci, demokrasi wajib dijadikan instrumen untuk saling mendukung memuliakan dan saling membesarkan dengan berlomba-lomba menebar manfaat dan kemaslahatan bagi sesama dan semesta," ucapnya.

Dalam konteks itu, Suharso menegaskan tak ada pertentangan antara Islam dan demokrasi. Ia menerangkan demokrasi bukanlah ideologi melainkan tata cara atau tata laksana. Sementara Islam adalah sebuah sistem nilai yang utuh dan menyeluruh untuk mengatur hidup manusia.

Selain itu, menteri perencanaan dan pembangunan nasional itu juga menegaskan bahwa kebaikan dan kebajikan demokrasi yang terpokok adalah mengorientasikan langkah dan kebijakan pada umat, rakyat dan bangsa. "Berdemokrasi bukanlah melayani segelintir elite berkuasa atau yang berpunya. Berdemokrasi adalah proses pembuktian bahwa tak ada satupun, tak ada satu orang pun, tak ada satu pihak pun yang tertinggal atau ditinggal, no one left behind," tegasnya.

Untuk itu menyongsong Indonesia Emas 2045, Suharso menyebut ada empat cita-cita bangsa yang harus dicapai. Pertama, menyandingkan Islam dan demokrasi. "Selama ini Islam dipandang tidak sejalan atau inkompetibel dengan demokrasi, tidak kompetibel dengan demokrasi," jelasnya.

Cita-cita yang kedua yaitu menyandingkan demokrasi dengan kesejahteraan. Menurutnya, Indonesia patut jadi model untuk melengkapi dan bahkan membuktikan bahwa untuk mencapai income per kapita yang tinggi itu demokrasi adalah pilihan jalan yang paling tepat.

Ketiga, Suharso melanjutkan, menyandingkan kebebasan dan stabilitas.

Terakhir, yaitu menjadikan Islam rahmatan lil 'alamin sebagai basis bagi Indonesia rahmatan lil 'alamin. "Pertanyaannya bagaimana mewujudkan itu? Bagaimana mencapai impian dan cita-cita kebangsaan itu? Orang mengatakan banyak jalan menuju Roma, kami punya jalan sendiri. Kami menyebutnya merawat persatuan dengan pembangunan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement