Rabu 18 Aug 2021 21:52 WIB

Potensi Anak Terpapar Iklan Rokok Meningkat Selama PJJ

Dengan segala keburukannya, rokok bisa menghambat anak tumbuh dan berkembang.

Potensi anak terpapar iklan dan asap rokok tinggi meski sedang menjalani pembelajaran jarak jauh (ilustrasi).
Foto: www.mnn.com
Potensi anak terpapar iklan dan asap rokok tinggi meski sedang menjalani pembelajaran jarak jauh (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (Kompak), mengatakan potensi anak terpapar iklan dan asap rokok tinggi meski sedang menjalani pembelajaran jarak jauh.

"Ketika Covid-19, banyak anak di rumah dan menggunakan gawai untuk sekolah dan terpapar iklan, dan ketika di rumah potensi jadi perokok pasif juga tinggi, karena paparan orang tuanya," ujarnya, Rabu (18/8).

Dia menyebut, saat anak-anak menggunakan gawai untuk pembelajaran, mereka tidak bisa menolak jika muncul iklan pop up yang memuat unsur rokok dan sejenisnya saat mengakses sejumlah tautan. Padahal, kata dia, sudah menjadi aturan dalam PP 109 Tahun 2021 bahwa iklan rokok tersebut tidak boleh muncul begitu saja.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meminta masyarakat menggencarkan kampanye bahaya rokok. Tujuannya, demi menjaga anak agar tetap sehat. "Dengan segala keburukannya, rokok dapat menghambat anak untuk tumbuh dan berkembang, dan melanggar hak anak," ujar Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kemen PPPA, Entos Zainal.

Di samping itu, kata dia, rokok juga dapat menyebabkan anak lebih mudah terkena penyakit, baik menular maupun tidak menular pada usia muda. Rokok merupakan bagian dari napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif).

Menurut dia, remaja perokok memiliki kecenderungan berkali lipat untuk mengonsumsi zat adiktif lainnya. "Kita harus kampanyekan bahwa merokok merupakan perilaku yang tidak baik, menganiaya diri, keluarga, dan menghamburkan uang," ujarnya.

Dia mengatakan, berbagai masalah kesehatan muncul karena merokok, mulai dari penyakit paru-paru kronis, strok, serangan jantung, kanker, kemandulan, dan impotensi. Dengan menjaga anak dari paparan tembakau atau rokok maka Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi pada tahun-tahun mendatang.

Sekitar 31,6 persen atau 84,4 juta penduduk Indonesia adalah anak. "Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan," kata dia.

Sebelumnya, Kompak menilai perlunya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan untuk menangani paparan rokok terhadap anak di tengah pandemi Covid-19.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement