Rabu 18 Aug 2021 11:29 WIB

Nasib Tragis Penyintas Gempa Bumi Haiti

Penyintas membutuhkan bantuan makanan, tempat tinggal sementara dan obat-obatan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Kediaman uskup Katolik hancur setelah gempa bumi di Les Cayes, Haiti, Sabtu, 14 Agustus 2021. Gempa berkekuatan 7,2 melanda Haiti pada Sabtu, dengan pusat gempa sekitar 125 kilometer (78 mil) barat ibu kota Port-au-Prince, kata Survei Geologi AS.
Foto: AP/Joseph Odelyn
Kediaman uskup Katolik hancur setelah gempa bumi di Les Cayes, Haiti, Sabtu, 14 Agustus 2021. Gempa berkekuatan 7,2 melanda Haiti pada Sabtu, dengan pusat gempa sekitar 125 kilometer (78 mil) barat ibu kota Port-au-Prince, kata Survei Geologi AS.

REPUBLIKA.CO.ID, LES CAYES -- Penyintas bencana gempa bumi Haiti yang menewaskan 1.941 orang meminta bantuan makanan, tempat tinggal sementara dan obat-obatan. Mereka juga membutuhkan banyak tenaga medis.

Gempa merusak sejumlah rumah sakit sehingga proses humanitarian pun terhambat. Para dokter berusaha menyelamatkan nyawa di tenda-tenda darurat termasuk anak-anak dan orang lanjut usia. Tapi tidak semua orang dapat diselamatkan.

Baca Juga

"Tidak cukup dokter dan sekarang ia meninggal dunia," kata Lanette Nuel sambil duduk di samping jenazah putrinya di depan rumah sakit utama Les Cayes, salah satu kota yang paling terdampak gempa dan badai, Rabu (18/8).

Putri Nuel yang berusia 26 tahun dan memiliki dua orang anak tertimpa bangunan saat gempa 7,2 skala Richter mengguncang Haiti. Kini ia berbaring di tanah dan hanya ditutupi selendang putih. "Kami datang kemarin sore, ia meninggal pagi ini, saya tidak bisa melakukan apa-apa," kata Nuel.

Gempa pada Sabtu (14/7) lalu menghancurkan puluhan ribu bangunan di negara termiskin di Benua Amerika. Haiti masih belum sepenuhnya pulih dari gempa besar 11 tahun lalu yang menewaskan 200 ribu orang. Selain korban tewas sebanyak 9.915 korban terluka dalam gempa pekan lalu.

Pada Selasa (17/8) kemarin Layanan Perlindungan Sipil Haiti mengatakan, masih banyak warga yang dinyatakan hilang atau berada di bawah puing-puing bangunan. Pengiriman bantuan kemanusiaan pun sulit dilakukan karena gejolak politik dan geng-geng kriminal yang menguasai jalan-jalan dari ibukota ke arah selatan pulau itu.

Banjir bandang dan longsor yang dipicu Tropical Storm Grace Selasa sore kemarin yang melewati Jamaika semakin memperburuk situasi. "Tak terhitung keluarga-keluarga Haiti yang kehilangan segalanya karena gempa bumi kini hidup dengan air di kaki mereka karena banjir," kata perwakilan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) di Haiti, Bruno Maes.

"Sekarang ini akses setengah juta anak-anak Haiti  ke makanan, tempat tinggal, air bersih, obat-obatan dan nutrisi terbatas atau sama sekali tidak ada," katanya.  

PBB mengatakan mereka telah mengalokasikan 8 juta dolar AS dari dana darurat untuk membantu masyarakat yang terdampak. Negara-negara Amerika Latin seperti Venezuela, Chili, Meksiko, Panama, Kolombia, dan negara tetangga Republik Dominika mengirimkan makanan, obat-obatan dan berbagai pasokan lainnya.

Amerika Serikat juga mengirimkan pasokan serta tim penyelamat dan pencari. Tapi geng-geng kriminal menghalangi akses jalan selama berbulan-bulan. Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB mengatakan mereka 'berhasil melakukan negosiasi' hingga konvoi bantuan dapat mencapai Les Cayes.

Rumah sakit di Les Cayes yang terletak 150 kilometer sebelah barat Ibukota Port-au-Prince semakin penuh. Pasien-pasien yang sebelumnya beristirahat di tenda masuk ke dalam untuk menghindari badai.

Direktur rumah sakit Peterson Gede mengatakan petugas medis berusaha semaksimal mungkin. "Kami tidak dapat menangani semua pasien, dan kami sudah menerima pasokan tapi tidak cukup," katanya.

Banyak anak-anak dan bayi yang tinggal di tenda-tenda di Les Cayes. Ratusan orang berusaha memperbaiki tenda dengan kayu dan terpal yang hancur oleh badai Grace. Beberapa menutup tenda dengan lembaran plastik.

Deputi Kepala Komite yang dibentuk warga tenda, Mathieu Jameson mengatakan ratusan orang yang tinggal di pemukiman itu membutuhkan bantuan makanan, tempat tinggal dan perawatan medis. Ia mengatakan pemukiman itu masih menunggu bantuan pemerintah.

"Kami tidak memiliki dokter, kami tidak memiliki makanan, setiap pagi ada orang yang datang, kami tidak memiliki kamar mandi, tidak ada tempat untuk tidak, kami butuh makanan, kami membutuhkan lebih banyak payung," kata Jameson.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement