Rabu 18 Aug 2021 11:30 WIB

China Diduga Miliki Tempat Penahanan di Dubai

Dubai diduga menahan orang-orang atas nama pemerintah asing yang bersekutu dengannya

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Bendera China.
Foto: Pixabay
Bendera China.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Seorang perempuan muda China bernama Wu Huan mengatakan sempat ditahan selama delapan hari di fasilitas penahanan rahasia yang dikelola China di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Dia ditahan bersama dengan setidaknya dua orang Uighur.

Wu sedang dalam pelarian untuk menghindari ekstradisi kembali ke China karena tunangannya dianggap sebagai pembangkang negara. Dia mengatakan kepada Associated Press (AP) bahwa dia diculik dari sebuah hotel di Dubai.

Baca Juga

Kemudian, perempuan berusia 26 tahun ini ditahan oleh pejabat China di sebuah vila yang diubah menjadi penjara. Ketika ditahan itu, dia melihat atau mendengar dua tahanan lainnya yang merupakan etnis Uighur.

Wu diinterogasi dan diancam dalam bahasa China serta dipaksa menandatangani dokumen hukum yang memberatkan tunangannya karena melecehkannya. Dia akhirnya dibebaskan pada 8 Juni dan sekarang mencari suaka di Belanda.

Keberadaan fasilitas baru pertama kali memiliki bukti dari dugaan Wu. Situs semacam itu akan mencerminkan cara China semakin menggunakan pengaruh internasionalnya untuk menahan atau membawa kembali warga negara yang diinginkannya dari luar negeri.

Meski klaim Wu tidak dapat dibuktikan dan lokasi tempat penahanan tidak diketahui pasti, tetapi bukti lain dapat mendukung. AP telah melihat dan mendengar bukti yang menguatkan termasuk stempel di paspor Wu, rekaman telepon dari seorang pejabat China yang menanyakan pertanyaan, dan pesan teks yang dia kirim dari penjara ke seorang pendeta yang membantu pasangan itu.

Kementerian Luar Negeri China membantah cerita Wu. "Yang dapat saya katakan kepada Anda adalah bahwa situasi yang dibicarakan orang itu tidak benar," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying pada Senin (16/8). Dubai juga tidak menanggapi beberapa panggilan telepon dan permintaan komentar kepada polisi Dubai, Kantor Media Dubai, dan Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional UEA.

Keberadaan fasilitas China di luar negeri dikenal dengan situs hitam. Situs ini adalah penjara bawah tanah yang tahanan umumnya tidak didakwa melakukan kejahatan dan tidak memiliki jalur hukum, tanpa jaminan atau perintah pengadilan.

Asisten profesor di Academia Sinica Taiwan, Yu-Jie Chen, mengatakan belum pernah mendengar tentang penjara rahasia China di Dubai dan fasilitas semacam itu di negara lain tidak biasa. Namun, dia juga mencatat bahwa itu akan sesuai dengan upaya China untuk melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membawa kembali warga negara terpilih.

Beijing akan melakukan berbagai cara baik melalui cara resmi seperti menandatangani perjanjian ekstradisi dan cara tidak resmi seperti mencabut visa atau memberi tekanan pada keluarga di rumah.

"(China) benar-benar tidak tertarik untuk menjangkau sampai beberapa tahun terakhir. Tren ini semakin kuat," kata Chen yang telah melacak tindakan hukum internasional China.

Chen mengatakan orang-orang Uighur khususnya sedang diekstradisi atau dikembalikan ke China. Proyek Hak Asasi Manusia Uighur melacak 89 orang Uighur yang ditahan atau dideportasi dari sembilan negara dari 1997 hingga 2007 melalui laporan publik. Jumlah itu terus meningkat hingga mencapai 1.327 dari 20 negara dari 2014 hingga sekarang.

Laporan Wu juga dapat menjadi titik terang dengan Dubai yang memiliki sejarah sebagai tempat etnis Uighur diinterogasi dan dideportasi kembali ke China. Para aktivis mengatakan Dubai telah dikaitkan dengan interogasi rahasia yang melibatkan negara lain.

Advokat hukum yang mendirikan kelompok advokasi Ditahan di Dubai, Radha Stirling, mengatakan telah bekerja dengan sekitar selusin orang yang dilaporkan ditahan di vila-vila di UEA, termasuk warga Kanada, India, dan Yordania, tetapi bukan China. "Tidak ada keraguan bahwa UEA telah menahan orang-orang atas nama pemerintah asing yang bersekutu dengan mereka,” kata Stirling.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement