Senin 16 Aug 2021 15:12 WIB

Daftar 11 Pelanggaran HAM dalam TWK KPK

TWK dinilai telah melanggar dasar prinsip HAM hingga merendahkan harkat seseorang.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ilham Tirta
Ilustrasi polemik TWK KPK.
Foto: Republika
Ilustrasi polemik TWK KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan adanya 11 pelanggaran HAM dalam proses asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Disimpulkan sebagai pelanggaran HAM, karena telah melanggar dasar prinsip HAM, yakni perlakuan sama di depan hukum, non-diskriminasi, tidak merendahkan harkat dan martabat seseorang.

"Setidaknya, terdapat 11 bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada proses asesmen TWK dalam rangka alih status Pegawai KPK menjadi ASN," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Munafrizal Manan dalam Konfrensi Pers secara daring, Senin (16/8).

Pelanggaran pertama yaitu terkait hak atas keadilan dan kepastian hukum poses penyelenggaraan asesmen TWK pegawai KPK yang dimulai dari penyusunan Perkom No. 1 Tahun 2021 yang berujung pada pemberhentian 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS). Hal itu menyebabkan tercerabutnya hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap pegawai yang TMS sebagaimana dijamin dalam Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Kedua, hak perempuan. Fakta adanya tindakan atau perbuatan yang merendahkan martabat dan bahkan melecehkan perempuan dalam penyelenggaraan asesmen sebagai bentuk kekerasan verbal dan merupakan pelanggaran atas hak perempuan. Hak itu telah dijamin dalam ketentuan Pasal 49 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW).

 

"Misalnya pertanyaan tentang status perkawinan, alasan bercerai, dan ingatan terhadap rasa berhubungan badan," kata Manan.

Ketiga adalah pelanggaran hak untuk tidak didiskriminasi. Adany, fakta terkait pertanyaan yang diskriminatif dan bernuansa kebencian dalam proses asesmen TWK merupakan bentuk pelanggaran dari Pasal 3 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, Pasal 9 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR).

Baca juga : KPK Bersikeras tak Mau Ikuti Koreksi Ombudsman Soal TWK

Kemudian, pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Hal tersebut tercermin dari adanya fakta pertanyaan yang mengarah pada kepercayaaan, keyakinan maupunpemahaman terhadap agama tertentu tidak memiliki relevansi dengan kualifikasi maupun lingkup pekerjaan pegawai. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 18 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan Pasal 18 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Pelanggaran HAM kelima terkait hak atas pekerjaan penonaktifan atau non-job terhadap 75 orang pegawai KPK yang TMS tanpa alasan yang sah. Seperti pelanggaran kode etik atau adanya putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap, pemberhentian tersebut nyata sebagai pelanggaran hak atas pekerjaan. Padahal, hal itu telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 38 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 dan Komentar Umum 18 angka 4 ICESCR.

Keenam, pelanggaran hak atas rasa aman dilakukannya profiling lapangan ilegal dan intimidasi asesor saat wawancara. Perlikau tersebut merupakan salah satu bentuk dari dilanggarnya hak atas rasa aman seseorang yang dijamin dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999.

Selanjutnya, pelanggaran hak atas informasi proses, penyelenggaraan hingga hasil asesmen TWK yang tidak transparan, tidak terbuka, dan tidak informatif soal metode, ukuran, konsekuensi hingga pengumuman hasil TMS. Hal itu dinilai merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak atas informasi yang dijamin dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam prosesnya, TWK juga melanggar hak atas privasi.

"Hal itu ditemui adanya doxing dan hoax atas pribadi pegawai tertentu dalam proses asesmen merupakan salah satu bentuk pelanggaran dari hak atas privasi seseorang yang dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE," tegas Manan.

Pelanggaran kesembilan yakni terkait hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat. Fakta adanya hasil Asesmen TWK yang TMS banyak menyasar terhadap pegawai yang aktif dalam kegiatan Wadah Pegawai (WP) KPK sebagai bentuk pelanggaran HAM yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 jo. Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan Komentar Umum 18, angka 12 C, ICESCR.

Proses TWK juga melanggar hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Hasil asesmen TWK telah menghalangi pegawai KPK untuk berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. "Hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dijamin dalam Pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999," tegas Manan.

Terakhir, hak atas kebebasan berpendapat. Adanya indikator seorang pegawai dianggap TMS karena kekritisannya terhadap pimpinan, lembaga maupun pemerintah secara umum. Ini merupakan salah satu pembatasan terhadap kebebasan berpendapat seseorang yang dijamin dalam Pasal 23 ayat (2) jo. Pasal 25 UU No. 39 Tahun 1999 dan Pasal 19 UU No. 12 Tahun 2005.

Baca juga : Taliban akan Umumkan Negara Emirat Islam di Istana Presiden

Adapun, laporan pemantauan dan penyelidikan setebal 300 halaman ini akan disampaikan Komnas HAM kepada Presiden RI Joko Widodo. Komnas HAM berharap agar rekomendasi dimaksud dapat segera mendapat perhatian dan tindak lanjut dari Presiden RI sebagai Kepala Negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement