Ahad 15 Aug 2021 00:50 WIB

Survei IPO: Elektabilitas PAN Naik Ungguli PKS 

Naiknya elektabilitas PAN tak bisa lepas dari peran Zulkifli Hasan

Naiknya elektabilitas PAN tak bisa lepas dari peran Zulkifli Hasan. Bendera Partai Amanat Nasional
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Naiknya elektabilitas PAN tak bisa lepas dari peran Zulkifli Hasan. Bendera Partai Amanat Nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ada hal baru dalam temuan survei Indonesia Political Opinion (IPO), yakni pergerakan elektabilitas Parpol kelas menengah. 

Pergeseran posisi paling terlihat adalah menurunnya elektabilitas Partai Keadilan Sejahtera (PKS), posisi di bulan April ada di urutan ke-5 (5.3 persen) menurun ke posisi ke-8 (4.9 persen).

Baca Juga

“Kondisi PKS sangat mungkin dipengaruhi lahirnya Partai Gelora, di mana dalam temuan IPO Gelora mendapat respons elektabilitas 0.7 persen, ini posisi bagus untuk partai baru, dan berbanding terbalik dengan nasib sesama new comers Partai Ummat yang belum mendapat respon publik, 0.0 persen,” kata  Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, di Jakarta, Sabtu (14/8)

Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) mengalami peningkatan signifikan, dari posisi April 2021 PAN di angka 2.2 persen meningkat ke 5.8 persen. “Konsistensi PAN akhir-akhir ini cukup menegaskan soliditas yang terbangun di kepemimpinan Zulkifli Hasan,” ujar Dedi.

Menurut Dedi, meskipun mengalami perpecahan dengan hadirnya Partai Ummat, tetapi Zulhas berhasil membuktikan kepiawaiannya menjaga soliditas PAN, bahkan berhasil mengungguli PKS, ini temuan menarik sekaligus pesan untuk PKS agar lebih waspada.   

Dedi menyebutkna, persentase peningkatan PAN cukup mengagetkan jika dibanding survei sebelumnya hanya 2.2 persen, kini PAN mengantongi perolehan elektabilitas 5.8 persen, naik seratus persen lebih, dan ini sejalan dengan respon publik pada ketokohan Zulhas yang berhasil masuk 10 besar. “Muhaimin Iskandar saja yang gencar memasang baligo masih tertinggal cukup jauh,” kata Dedi. 

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan, kondisi ini menandakan adanya pertarungan Parpol kelas menengah dalam menghadapi konstelasi politik 2024, terutama parpol berbasis pemilih Islam. 

PKB misalnya, meskipun berada di urutan teratas dengan angka 7.5 persen di kelompok parpol Islam, tetapi angkanya tidak jauh berbeda PAN dan PKS, sehingga masih memungkinkan terjadinya perebutan pemilih secara ketat.

“Terjadi pergerakan elektabilitas di parpol kelas menengah, dan ini pertanda bagus, artinya publik memperhatikan mereka, di luar kelompok PKB, PAN dan PKS,” tutur Dedi. 

Dedi mengatakan, dda Demokrat yang terlihat bergeliat, pergerakan angkanya terasa sejak survei April 2021 dan sekarang Demokrat berhasil bertahan di posisi ke 4. 

“Ini kemajuan bagus untuk Demokrat dan AHY. Sementara Gerindra meskipun berada di tiga besar, tetapi trennya menurun,” kata Dedi.  

Sementara itu, terkait dengan tokoh elite politik di pertarungan Pilpres 2014, IPO menemukan kesimpulan AHY sebagai tokoh paling signifikan alami peningkatan elektabilitas. Kondisi yang sama juga di alami Erick Tohir dan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.  

Peneliti Utama IPO, Catur Nugroho, mengatakan pada sumulasi 20 nama nominasi tokoh untuk Pilpres 2024, Anies Baswedan menempati urutas puncak dengan angka 18.7 persen, Ganjar Pranowo 16.5 persen, Sandiaga S. Uno 13.5 persen, AHY 9.9 persen, Prabowo Subianto 7.8 persen, Ridwan Kamil 6.2 persen, Erick Tohir 4.7 persen, dan Tito Karnavian 3.6 persen.

Sementara, kata Catur, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, mengalami perubahan dari periode April 1.5 persen, meningkat ke 2.5 persen, Zulkifli Hasan 1.9 persen, Haedar Nashir 1.7 persen, Puan Maharani 0.9 persen, Said Aqil Siroj 0.8 persen, Gatot Nurmantyo 0.7 persen, Muhaimin Iskandar 0.5 persen, Luhut Binsar Pandjaitan 0.3 persen, dan Surya Paloh 0.2 persen.

“Selanjutnya Suharso Monoarfa, Grace Natalie, Mahfud MD, tidak mendapat respons publik atau 0.0 persen,” ujar dia.   

Menurut analisa Catur, pergerakan elektabilitas tokoh di luar nama-nama dominan dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya karena adanya penurunan respon pada tokoh yang selama ini populer, semisal Prabowo Subianto yang semakin merosot, demikian halnya Ridwan Kamil yang ikut menurun.

“Temuan IPO ini menunjukkan kegagalan promosi elite politisi, meskipun AHY juga melakukan promosi dan konsolidasi, tetapi posisinya di luar pemerintah mendapat pemakluman publik, sehingga mampu mengungguli tokoh yang agresif beriklan. Erick Tohir dan Zulkifli Hasan adalah elite yang belum menghidupkan mesin popularitas, tetapi justru popularitas mereka tumbuh signifikan,” kata dia memaparkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement