Jumat 13 Aug 2021 19:55 WIB

Sholat Jumat 2 Gelombang, Ini Tanggapan Komisi Fatwa MUI  

Fatwa MUI memberikan opsi sholat Jumat bergelombang atau diganti Zuhur

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Fatwa MUI memberikan opsi sholat Jumat bergelombang atau diganti Zuhur. Ilustrasi sholat Jumat
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Fatwa MUI memberikan opsi sholat Jumat bergelombang atau diganti Zuhur. Ilustrasi sholat Jumat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Beredar informasi di media sosial tentang pembagian gelombang sholat Jumat menggunakan nomor ponsel ganjil dan genap di tengah pemberlakuan PPKM saat ini.

Hal itu kemudian menuai tanggapan beragam. Surat edaran tentang usulan pelaksanaan sholat Jumat menjadi dua gelombang sebelumnya telah diterbitkan Dewan Masjid Indonesia (DMI) tahun lalu. 

Baca Juga

Menanggapi itu, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda, mengatakan bahwa usulan terkait tata cara sholat Jumat dibuat dua gelombang dengan aturan ganjil genap berdasarkan nomor ponsel itu adalah bentuk ijtihad yang dinilainya bagus. 

Dia mengatakan, penyelenggaraan sholat Jumat bisa saja dilakukan dengan bergelombang (bershift). Akan tetapi, hal itu menurutnya tetap harus disesuaikan dengan kondisi di daerah setempat.

"Saya kira ijtihad ini adalah sangat bagus, tetapi tetap harus melihat kondisi dan perkembangan kasus Covid-19 di daerah tersebut, apakah sudah terkendali atau penularannya masih tinggi," kata Kyai Miftah melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Jumat (13/8).

Namun demikian, dia menjelaskan bahwa pada dasarnya sholat Jumat hanya boleh dilaksanakan sekali di satu masjid dalam satu kawasan. Akan tetapi karena suatu kebutuhan yang mendesak atau hajah syar'iyah, seperti luas kawasan dan banyaknya jamaah yang tidak tertampung, maka dibolehkan mambuat masjid baru.

Dalam rangka mencegah penularan Covid-19, pemberlakuan protokol kesehatan diterapkan di masjid-masjid dengan merenggangkan saf jamaah sholat. Sehingga, banyak jamaah yang tidak tertampung di dalam masjid. 

Karena hajah syar'iyah (kepentingan syariat) demikian, Kyai Miftah mengatakan boleh menyelenggarakan sholat Jumat di aula, ruangan yang luas, atau tempat lain yang dianggap nyaman. Pelaksanaan sholat Jumat itu tentunya dilakukan dengan imam dan khatib yang berbeda.

Namun, Kepala Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah Depok ini mengatakan Komisi Fatwa MUI memberikan dua pilihan lain, jika menyelenggarakan sholat Jumat di banyak tempat tidak juga menampung jamaah atau karena sulitnya mendapatkan tempat untuk mengadakan sholat Jumat.

Dua pilihan tersebut yakni, pertama penyelenggaraan sholat Jumat bisa dilakukan dengan bergelombang (bershift). Kedua, kewajiban sholat jumatnya gugur dan wajib menggantinya dengan sholat Zuhur.

"Kemudian mana yang harus dipilih, dikembalikan kepada kondisi tempat dan sosial masyarakat masing-masing, mana yang lebih dianggap dapat mencegah kemudharatan dan mendatangkan kemaslahatan," jelasnya. 

Sebelumnya dalam surat edaran DMI yang ditandatangani oleh Ketua DMI Jusuf Kalla dan diterbitkan pada 16 Juni 2020, DMI menerbitkan panduan untuk pengaturan jamaah sholat Jumat bergelombang. Pengaturan jamaah sholat Jumat itu dilakukan dengan ganjil genap berdasarkan nomor handphone atau lokasi tempat kerja berdasarkan lantai jika bekerja di gedung bertingkat. 

Surat edaran mengenai usulan pelaksanaan sholat Jumat ganjil genap bergelombang itu berlaku di tengah situasi pandemi Covid-19.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement