Kamis 12 Aug 2021 19:23 WIB

Restoran dan Dokter Bantu Dorong Pemulihan Ekonomi Inggris

PDB Inggris pada kuartal II 2021 naik 22,2 persen dibandingkan periode sama 2020.

Lansekap kota London, Inggris (ilustrasi). Ekonomi Inggris pada kuartal II 2021 naik 22,2 persen dibandingkan periode sama 2020.
Foto: EPA
Lansekap kota London, Inggris (ilustrasi). Ekonomi Inggris pada kuartal II 2021 naik 22,2 persen dibandingkan periode sama 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para pengunjung restoran dan dokter menjadi kalangan yang ikut mendorong pemulihan ekonomi Inggris di tengah pandemi Covid-19. Ekonomi Inggris tumbuh lebih cepat dari satu persen seperti yang diperkirakan pada Juni, menurut data resmi pada Kamis (12/8).

Pertumbuhan itu dicapai setelah pada pertengahan Mei restoran-restoran kembali menyediakan layanan dalam ruangan. Selain itu, saat ini lebih banyak orang yang pergi ke dokter dan meningkatkan industri layanan kesehatan.

Meski demikian, produk domestik bruto (PDB) Inggris tetap berada di angka 2,2 persen lebih kecil pada akhir Juni dibandingkan Februari tahun 2020, sebelum pandemi melanda negara tersebut. Angka tersbut menjadi pengingat atas dampak besar dari penguncian wilayah atau lockdown yang diberlakukan untuk menahan penyebaran virus corona pada tahun lalu.

Sebuah jajak pendapat Reuters dari para ekonom menunjukkan pertumbuhan bulan ke bulan tercatat sebesar 0,8 persen dalam produk domestik bruto pada Juni. Kantor Statistik Nasional (ONS) menurunkan perkiraan pertumbuhan bulan Mei menjadi 0,6 persen dari peningkatan 0,8 persen yang dilaporkan sebelumnya. Namun, pertumbuhan output pada April direvisi naik menjadi 2,2 persen dari duapersen.

Produk domestik bruto (PDB) Inggris dalam tiga bulan hingga akhir Juni naik 22,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Angka tersebut mencerminkan dampak dari kebijakan lockdown pertama tahun lalu pada sebagian besar ekonomi, yang berbanding terbalik dengan pencabutan pembatasan pada kuartal kedua tahun ini.

Tetapi,Samuel Tombs, seorang ekonom dari Pantheon Macroeconomic, mengatakan ekonomi Inggris hampir pasti paling terpukul oleh Covid-19 di antara negara-negara G7 untuk kuartal kelima berturut-turut pada periode April hingga Juni."Kinerja buruk yang berkelanjutan di Inggris sebagian besar masih disebabkan oleh kelemahan dalam pengeluaran rumah tangga, yang berada 7 persen di bawah level kuartal 4 2019 pada kuartal 2, meskipun ada peningkatan kuartal-ke-kuartal sebesar 7,3 persen," katanya.

"Sebaliknya, pengeluaran pemerintah riil tercatat sebesar 8,0 persen di atas level kuartal 4 pada2019, terutama didorong oleh pengeluaran terkait Covid-19."

Sektor jasa besar tumbuh sebesar 1,5 persen pada Juni, dihitung dari Mei. Kegiatan kesehatan memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan karena kunjungan ke dokter meningkat pada Juni sementara layanan makanan dan minuman melonjak lebih dari 10 persen.

Adapun output industri menyusut 0,7 persen, sementara manufaktur tumbuh 0,2 persen dan konstruksi turun 1,3 persen.Dibandingkan dengan kuartal pertama tahun ini, ketika sebagian besar ekonomi Inggris berada dalam cengkeraman penguncian ketiga, ekonomi naik 4,8 persen, kata kantorstatistik nasional Inggris, ONS.

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada Juli bahwa ekonomi Inggris berada di jalur untuk tumbuh sebesar tujuh persen pada tahun 2021, sama seperti Amerika Serikat, saat negara tersebut bangkit kembali dari kemerosotan sebesar hampir 10 persen pada tahun lalu.

Namun, Bank of England berpikir ekonomi Inggris akan kembali ke kebiasaan yang lambat seperti sebelum krisis begitu dampak dari kemerosotan pandemi dan reboundmereda. Bank sentral Inggris tersebut memperkirakan bahwa berikutnya PDB Inggris akan tumbuh sebesar 5,75 persen, namun angka itu hanya akan mencapai 1,25 persen pada 2023.

Pekan lalu, Bank of England memaparkan rencana 'pengetatan sederhana' dari stimulus besar untuk ekonomi Inggris. Data perdagangan terpisah dari ONS menunjukkan bahwa ekspor Inggris ke Uni Eropa pada Mei dan Juni melampaui level yang dicapai beberapa saat sebelum Inggris meninggalkan pasar tunggal EU pada awal tahun ini, tidak termasuk perdagangan logam mulia yang bergejolak.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement