Senin 09 Aug 2021 21:16 WIB

Selandia Buka Perbatasan untuk Atasi Kekurangan Tenaga Kerja

Selandia Baru berhati-hati buka perbatasan agar varian Delta tak masuk dan merajalela

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Kota Queenstown di Selandia Baru. Selandia Baru berhati-hati buka perbatasan agar varian Delta tak masuk dan merajalela. Ilustrasi.
Foto: 123rf.com
Kota Queenstown di Selandia Baru. Selandia Baru berhati-hati buka perbatasan agar varian Delta tak masuk dan merajalela. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern akan mengungkapkan rencana untuk membuka kembali perbatasan. Ardern berada di bawah tekanan karena karantina ketat telah melumpuhkan bisnis dan sektor publik menghadapi kekurangan tenaga kerja.

Ardern mendapat pujian global karena sukses menahan transmisi lokal Covid-19. Ardern melakukan strategi eliminasi, memberlakukan karantina keras, dan menutup perbatasan internasional Selandia Baru pada Maret 2020.

Baca Juga

Namun, strategi itu sekarang membebani ekonomi yang sangat bergantung pada tenaga kerja imigran sehingga menyebabkan biaya lebih tinggi dan output lebih rendah. Sektor susu, hortikultura, perumahan, jasa, kesehatan, dan sektor publik lainnya melaporkan kekurangan tenaga kerja. Mereka meminta pemerintah untuk membuka perbatasan.

Ardern telah mengindikasikan dia akan tetap berhati-hati ketika membuka kendali di perbatasan. Dia menekankan protokol kesehatan masyarakat harus tetap dijaga ketat.

"Setiap perubahan pengaturan perbatasan akan dipertimbangkan secara hati-hati secara bertahap, berdasarkan risiko," ujar Ardern.

Pekan lalu, Ardern membuka perjalanan satu arah bebas karantina bagi pekerja musiman dari Samoa, Tonga, dan Vanuatu untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja di industri hortikultura. Ketiga negara tersebut telah dinyatakan tidak memiliki kasus aktif Covid-19.  

Pada Senin (9/8) sekitar 1.500 bidan di rumah sakit beramai-ramai mengundurkan diri dengan alasan jam kerja mereka telah melampaui batas karena kekurangan sumber daya manusia. Sementara itu, lebih dari 30 ribu perawat akan menggelar aksi mogok pada akhir Agustus untuk kedua kalinya.

Sebelumnya pada Juni, perawat telah menggelar aksi mogok karena gaji dan jam kerja mereka tidak sepadan. Mereka harus bekerja dengan shift panjang karena kekurangan tenaga kerja.

"Kami mengandalkan perawat berkualifikasi internasional untuk memenuhi kebutuhan staf kami, tetapi dengan penutupan perbatasan, kami tidak mendapatkan apa pun," kata Manajer Organisasi Perawat Selandia Baru, Glenda Alexander.

"Perawat kelelahan. Mereka sakit dan terus-menerus khawatir akan membuat kesalahan yang dapat memengaruhi pasien mereka," ujar Alexander menambahkan.

Sektor perhotelan juga mengalami hal yang sama. Sekitar 2.000 restoran menghentikan layanan pada bulan lalu sebagai bagian dari kampanye untuk menarik perhatian pemerintah. Ribuan restoran di Selandia Baru mengalami kekurangan koki dan tenaga kerja terampil lainnya.

Selandia Baru telah mencatat sekitar 2.500 kasus Covid-19, termasuk 26 kematian. Selandia Baru merupakan salah satu negara yang mencatat kasus Covid-19 terendah di dunia. Kasus penularan lokal terakhir dilaporkan terjadi pada Februari.

Para pebisnis Selandia Baru mendesak pemerintah segera memulai rencana untuk kembali mengimpor tenaga kerja. Kekurangan tenaga kerja mendorong biaya lebih tinggi karena para atasan atau majikan membayar lebih untuk mempertahankan staf. Inflasi tahunan Selandia Baru mencapai rekor 3,3 persen pada kuartal kedua. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari prediksi bank sentral.

Ekonom menilai tekanan akan memaksa Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) memperketat kebijakan moneter pada pekan depan untuk menghindari overheating ekonomi. "Kebijakan moneter dan fiskal sangat mungkin terlampaui dalam menciptakan permintaan," kata Kepala Ekonom ANZ, Sharon Zollner.

Kekhawatiran utama bagi Ardern dan pembuat kebijakan adalah varian virus Delta. Para ahli telah memperingatkan bahwa masuknya varian Delta ke Selandia Baru akan mengakibatkan karantina yang lebih lama. Terlebih hanya 21 persen dari total populasi Selandia Baru yang telah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19.

"Itu (varian Delta) jauh lebih berbahaya daripada jenis virus corona lainnya. Ini mengubah perhitungan risiko kami dengan cara yang sama seperti mengubah perhitungan risiko semua orang," ujar Ardern.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement