Senin 09 Aug 2021 16:44 WIB

PPNI Dukung Polisi Selidiki Kasus Suntikan Kosong

‘Video itu bisa saja multitafsir, kita tidak bisa menduga-duga,’ kata PPNI Jakut.

Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara mendukung Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara untuk menyelidiki kasus suntikan dosis vaksin COVID-19 yang diduga kosong. Video suntikan yang didiuga kosong viral di media sosial. (Foto: Suntikan vaksin COVID-19)
Foto: AP/Luca Bruno
Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara mendukung Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara untuk menyelidiki kasus suntikan dosis vaksin COVID-19 yang diduga kosong. Video suntikan yang didiuga kosong viral di media sosial. (Foto: Suntikan vaksin COVID-19)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara mendukung Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara untuk menyelidiki kasus suntikan dosis vaksin COVID-19 yang diduga kosong. Video suntikan yang didiuga kosong viral di media sosial.

Menurut Ketua DPD PPNI Jakarta Utara Maryanto, penyelidikan perlu dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengungkap kejadian sebenarnya dari video penyuntikan yang diklaim terjadi di salah satu tempat vaksinasi di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (6/8) lalu. "Video itu bisa saja multitafsir, kita tidak bisa menduga-duga. Tapi pada prinsipnya, kami (DPD) PPNI Jakarta Utara siap bekerja sama dengan Polres Metro Jakarta Utara dalam menyelidiki kasus ini," ujar Maryanto di Jakarta Utara, Senin (9/8).

Baca Juga

Maryanto mengatakan kasus ini perlu penyelidikan dan pengembangan yang mendalam serta komprehensif, termasuk juga memeriksa pasien, pembuat, dan penyebar videonya. "Bahkan bisa saja uji laboratorium memastikan apakah vaksin sudah atau belum disuntikkan ke tubuh pasien," kata Maryanto.

Hingga saat ini, Maryanto memastikan perawat yang disebut-sebut oleh akun Twitter @Irwan2yah melakukan penyuntikan dosis vaksin COVID-19 kosong tersebut bukanlah anggota DPD PPNI Jakarta Utara. Namun, menurut dia, proses hukum tetap harus dilakukan, dengan mengedepankan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali atau asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Hukum yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. "Kalau memang hasil penyelidikan kasus terbukti terdakwa seorang perawat maka tidak semata-mata menggunakan pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tapi pakai asas Lex Specialis Derogat Legi Generali," ujar Maryanto.

Merujuk pada kedua hukum tersebut, ia menjelaskan bahwa seorang perawat harus mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sebelum menjalankan tugasnya. Kedua surat itu tidak bisa didapatkan dari pendidikan sarjana keperawatan saja, tapi perlu juga mengikuti serangkaian uji kompetensi lainnya hingga dinyatakan lulus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement