Senin 09 Aug 2021 16:23 WIB

Boyamin Khawatir KPK 'Tertular' Jika Terus Seperti Saat Ini

Jika KPK begini terus, pada akhirnya hukum bisa dimainkan secara suka-suka.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Mas Alamil Huda
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, saat ini pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK menurun. Sehingga masyarakat tidak lagi percaya dan mengandalkan KPK sebagai aparat yang menyingkirkan para koruptor. 

"Dulu KPK dapat diandalkan dan dipercaya untuk berantas para koruptor. Namun, sekarang kenyataannya beda, masyarakat tidak lagi percaya dengan KPK. Ini memperhatinkan," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (9/8).

Kemudian, ia melanjutkan, dalam hal ini Presiden harus turun tangan untuk membuat KPK seperti dahulu lagi, yang memberantas para koruptor tanpa pandang bulu. Jika ini dibiarkan, hukum di Indonesia hanya nama saja tetapi tidak ada tindakan konkret untuk menegakkannya.

"Sekarang kasus TWK saja belum ada penyelesaian. Jika KPK begini terus akan tertular lainnya seperti polisi dan kejaksaan. Dan pada akhirnya hukum bisa dimainkan secara suka-suka. Presiden harus mengambil langkah dan membuat keputusan terkait hal ini," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Majelis Hakim PT DKI Jakarta, pada Rabu (28/7) memutuskan mengabulkan banding Djoko Tjandra terkait perkara suap red notice. Dalam putusan tersebut, PT DKI Jakarta mengubah hukuman 4,5 tahun penjara dari PN Tipikor Jakarta, menjadi hanya 3 tahun 6 bulan. 

Putusan hakim tinggi tersebut, lebih ringan dari tuntutan JPU saat persidangan tingkat pertama, yang meminta hakim PN Tipikor memenjarakan Djoko Tjandra selama empat tahun.

Dalam kasus ini, Djoko Tjandra adalah terpidana terkait korupsi cessie Bank Bali 1999 yang merugikan negara Rp 944 miliar. Ia sempat menjadi buronan interpol, dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) selama 11 tahun sejak MA memvonisnya bersalah, dan dihukum penjara selama dua tahun pada 2012. 

Pada Juli 2020, Bareskrim Polri menangkapnya di Malaysia, dan membawanya pulang ke Jakarta, setelah kedapatan pulang-pergi Indonesia-Kuala Lumpur sepanjang Maret-April 2020.

Dari persidangan terungkap, Djoko Tjandra memberikan suap kepada Kadiv Hubinter Mabes Polri Irjen Napoleon Bonaparte, senilai 200 ribu dolar Singapura, dan 370 ribu dolar Amerika. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement