Ahad 08 Aug 2021 23:36 WIB

Hari ASEAN ke-54, Momentum Sinergi Hadapi Covid-19

Covid-19 masih menjadi ancaman utama bagi masyarakat ASEAN

Covid-19 masih menjadi ancaman utama bagi masyarakat ASEAN. Logo Asean.
Foto: Antara
Covid-19 masih menjadi ancaman utama bagi masyarakat ASEAN. Logo Asean.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Setiap 8 Agustus, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN memperingati hari jadinya ke-54. Brunei Darussalam yang menjadi Ketua ASEAN pada 2021 ini, mengangkat tema “Kami Peduli, Kami Siap, Kami Sejahtera”.

“Tema ini relevan dengan kondisi saat ini, pandemi Covid-19 masih menjadi masalah kesehatan dan ekonomi yang besar di Asia Tenggara, sementara itu wilayah Asia Tenggara juga terimbas konflik Laut China Selatan. Di sisi lain, terdapat ketegangan politik di dalam negeri di antara anggotanya, yang butuh perhatian ASEAN,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, KH Chriswanto Santoso. 

Baca Juga

Menurut Chriswanto, ASEAN tak hanya perhimpunan negara sehingga hanya para kepala negara dan pemerintahan yang peduli. ASEAN adalah juga milik rakyat yang berada di kawasan Asia Tenggara. 

“Masyarakat Indonesia berdiaspora di berbagai wilayah Asia Tenggara, demikian pula dari negara-negara ASEAN lainnya ada di Indonesia. Kerukunan, kekompakan, dan kerja sama yang baik menciptakan ketenangan bagi warga yang berdiaspora itu,” ujarnya.  

ASEAN yang dibentuk pada 8 Agustus 1967, menurut Chriswanto muncul saat Perang Dingin yang menghangat. Benang merah lainnya yang menyatukan ASEAN adalah latar belakang mereka, sebagai negeri bekas jajahan Barat, “Dalam tubuh ASEAN saat itu muncul kesadaran pula mengenai kesetaraan, pentingnya saling membantu dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya,” ujar Chriswanto. 

Imperialisme dan kolonialisme yang ditanggung rakyat yang ada di Asia Tenggara sangat berat. Dari perasaan senasib itu dan menghadapi tantangan global era Perang Dingin, mendorong sosio-nasionalisme di kalangan ASEAN. “ASEAN dengan sosio-nasionalismenya ingin aktif dalam mewujudkan perdamaian sosial dan kesejahteraan bersama,” ujar Chriswanto. 

Dia mengatakan, sosio-nasionalisme ASEAN direpresantasikan dalam deklarasi yang menyatakan, ASEAN adalah kehendak kolektif negara-negara Asia Tenggara untuk mengikat diri bersama, dalam persahabatan dan kerja sama. 

“Deklarasi itu juga menunjukkan sosio-nasionalisme yang kuat, yang ditunjukkan dalam kalimat: “melalui upaya dan pengorbanan bersama, memberikan keamanan bagi rakyat, untuk perdamaian, kebebasan, dan kemakmuran”,” imbuhnya. 

Sosio-nasionalisme, kata Chriswanto mengutip Bung Karno, bukanlah kecintaan terhadap negara dalam arti sempit atau chauvinism melainkan menolak penindasan atas bangsa lain, “Hidup berdampingan saling membantu dan menghargai, itulah bagian dari sosio-nasionalisme,” ujarnya.  

Senada dengan Chriswanto, guru besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Singgih Trisulistyono, menganggap sosio-nasionalisme atau nasionalisme abad ke-20 masih relevan diterapkan pada abad ke-21 ini.  “Terutama dalam konteks ASEAN,” ujarnya.  

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement