Kasus Pinangki: Pelajaran Pahit Bagi Kejaksaan

Komisi III DPR RI mendorong perbaikan di tubuh Kejaksaan RI usai kasus Pinangki

Sabtu , 07 Aug 2021, 12:39 WIB
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Komisi III DPR RI mendorong perbaikan di tubuh Kejaksaan RI usai kasus Pinangki
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Komisi III DPR RI mendorong perbaikan di tubuh Kejaksaan RI usai kasus Pinangki

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr Hinca IP Pandjaitan/Fraksi Partai Demokrat Komisi III DPR RI

Kasus Pinangki ini terus menyita perhatian publik. Belum habis rasa keadilan masyarakat terganggu dengan rendahnya Vonis hukuman terhadap dirinya. Kini kita disuguhi dengan pemecatan beliau sebagai Aparatur Sipil Negara. Meskipun dinyatakan dipecat, menurut hemat saya jelas keputusan ini terlambat. 

Baca Juga

Pinangki di vonis Pengadilan Tinggi Jakarta pada 14 Juni 2021. Sementara baru resmi di pecat, per 5 Agustus 2021. Argumentasi dari Kejaksaan RI menyatakan bahwa proses pemecatan menunggu status inkracht setelah Jaksa dan Pinangki dipastikan tidak melakukan Kasasi. Padahal jangka waktu untuk mengajukan Kasasi hanya sebatas 14 Hari. Maka secara normatif, seyogyanya Keputusan Pemecatan dengan tidak hormat tersebut sudah bisa dikeluarkan bulan Juli 2021. 

Tentu karena pemecatannya baru dilakukan sekarang kesan di publik tidak baik, karena mayoritas publik beranggapan bahwa Pinangki baru dipecat setelah desakan publik deras mengalir yang terakhir disampaikan MAKI yng mengungkap ke publik fakta bahwa Pinangki masih menerima gaji dan masih berstatus ASN. Peristiwa ini wajib dievaluasi, bagaimanapun Kejaksaan RI adalah Lembaga Penegak Hukum sehingga mau tidak mau menjadi salah satu wajah penegakan hukum di Tanah Air. 

Komisi III DPR RI mendorong perbaikan di tubuh Kejaksaan RI, agar lebih profesional dalam menyelesaikan suatu perkara. Saat ada oknum dari Kejaksaan RI yang terbukti bersalah secara hukum, sudah menjadi kewajiban Kejaksaan RI untuk bertindak tegas. Jangan sampai ada anggapan dari masyarakat bahwa ada pihak yang diistimewakan hanya karena pangkat dan kedudukannya. Ingat prinsip Equality before the law adalah kunci negara hukum berkeadilan