Sabtu 07 Aug 2021 00:02 WIB

Insentif Nakes Ditunda, Amnesty International: Bayar Segera

Hingga kini pembayaran insentif puluhan ribu tenaga medis ditunda bahkan dipotong.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Agus Yulianto
Amnesty International Indonesia
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Amnesty International Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia telah menjanjikan memberikan insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) yang menangani Covid-19. Namun, Amnesty International Indonesia mencatat, hingga kini, pembayaran insentif untuk puluhan ribu tenaga medis ditunda bahkan dipotong.

"Mulai dari Juni 2020 sampai Juli 2021, setidaknya ada 21.424 nakes di 21 provinsi yang tersebar di 34 kabupaten/kota mulai dari Ujung Sumatra hingga Papua yang pernah mengalami penundaan atau pemotongan pembayaran insentif," kata Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri saat memaparkan pada acara konferensi pers Pembayaran Insentif Tenaga Kesehatan Selama Pandemi Covid-19 yang disiarkan melalui kanal YouTube Amnesty International Indonesia, Jumat (6/8).

Dia menyebutkan, lima besar provinsi yang nakesnya pernah mengalami penundaan atau pemotongan yaitu Bogor yaitu sebanyak 4.258 nakes pernah mengalami penundaan atau pemotongan, Palembang, Sumatra Selatan, ada 3.987, kemudian di Tanjung Pinang 2.900, kemudian Banyuwangi, Jawa Timur 1.938, kemudian Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, sebanyak 1.618. 

Dia mengakui, di antara nakes yang pernah mengalami pemotongan atau penundaan ini, memang sudah ada nakes yang dibayar insentifnya. Di antaranya nakes di Majalengka, Jawa Barayt sudah dibayar insentifnya hingga Maret 2021. Namunm di bulan berikutnya April hingga Juli 2021 belum dibayar lagi. 

Kemudian di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau sedang dalam proses pencairan insentif, Kota Probolinggo, Jawa Timur (Jatim), sudah dibayarkan hingga Juli 2021. Kemudian daerah Jatim lainnya yaitu Banyuwangi sudah dibayar hingga Juni 2021, kemudian Jombang di Jawa Timur sudah dibayar sampai Juni 2021.

Pihaknya mencatat, alasan penundaan insentif adalah data pribadi nakes yang tidak sesuai dan harus melalui proses perbaikan. Selain itu, hambatan birokratis, data tidak sesuai dengan kenyataan atau dokumen tidak sama juga menjadi kendala. 

Dia menambahkan, hambatan ini, membuat pencairan insentif tertunda karena nakes harus mengurusi terlebih dulu ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, pihaknya mencatat ada sekitar 760 ribu nakes berdomisili diluar Jawa. Alasan lainnya yaitu pemotongan di fasilitas kesehatan. 

Menurutnya, pemerintah membayarkan insentif langsung untuk nakes yang bekerja di unit penanganan Covid-19 di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Namun fasilitas kesehatan yang memotong insentif tenaga medis. 

"Nakes yang mengatakan mengenai pemotongan insentif ini juga mendapatkan intimidasi dan ancaman. Dua kasus yang di highlight yaitu kasus di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat," ujarnya.

Saat itu, dia menambahkan, sejumlah nakes ingin mengadakan konferensi pers mengenai temuan mereka mengenai penundaan pembayaran dan pemotongan pembayaran tetapi mereka justru diinterogasi dan intimidasi yang dilakukan aparat. Dia menegaskan, yang dilanggar adalah hak tenaga kesehatan mengenai kondisi kesehatan kerja yang adil dan mendukung karena ini dilindungi lembaga internasional mengenai hak ekonomi sosial dan budaya. 

Tak hanya itu, menurutnya, kejadian ini juga melanggar hak nakes untuk berbicara termasuk kebebasan berekspresi. Ini juga melanggar hak tenaga kesehatan untuk secara kolektif membela kepentingan bersama, ini ada hak untuk kebebasan berserikat yang ada di pasal 22 Konvensi Hak Internasional Sipil dan Politik. 

Lebih lanjut dia mengatakan, media pengumpulan laporan-laporan tersebur dari tabulasi hasil pemantauan dari media dan data independen dari sejumlah lembaga seperti laporCovid-19 sejak Januari hingga Februari 2021 yaitu 3.600 nakes yang disurvei yang tidak menerima insentif sama sekali. Kemudian Amnesty International Indonesia verifikasi ke berbagai pihak, termasuk organisasi profesi.

"Sehingga, rekomendasi dari kami yaitu ingin pemerintah menjamin hak kondisi kerja yang adil dan mendukung bagi tenaga kesehatan karena kami melihat kalau ini tidak dilindungi secara serius maka excessnya tidak hanya dirasakan selama pandemi melainkan juga diluar pandemi. Kami juga mendesak pemerintah supaya pembayaran insentif yang dijanjikan kepada  rekan-rekan tenaga kesehatan dibayarkan secara tepat waktu," ujarnya.

Menurutnya, pencairan insentif ini penting karena bisa jadi ini satu-satunya penghasilan nakes. Selain itu, pihaknya meminta pemerintah melindungi hak-hak nakes untuk bersuara. 

Menurutnya, Amnesty International Indonesua sudah meminta klarifikasi temuan pihaknya ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). "Namun hingga saat ini Kemenkes belum ada respons. Media bisa ikut membantu membuat berita dan melaporkannya," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement