Jumat 06 Aug 2021 13:16 WIB

Tolak Ikuti Rekomendasi Ombudsman, Pimpinan KPK Anti Kritik

Dalih pimpinan KPK telah memperjuangkan hak dan nasib 75 pegawai adalah suatu retorik

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor KPK.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif yang tergabung dalam tim 75 mengaku, tidak terkejut penolakan lembaga antirasuah yang menolak menindaklanjuti tindakan korektif yang dikeluarkan Ombudsman. Khususnya, yang berkenaan dengan temuan kecacatan dalam seluruh pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Sikap ini, kami lihat sebagai sikap anti-koreksi," kata Perwakilan tim 75, Yudi Purnomo Harahap di Jakarta, Jumat (6/8).

Yudi mengatakan, Ombudsman merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk memberikan rekomendasi dan tindakan korektif. Tindakan korektif yang dikeluarkan juga bagian dari hukum, sehingga memiliki kekuatan hukum.

Dia mengatakan, sebagai lembaga penegak hukum mala KPK sepatutnya taat hukum tanpa pilih-pilih aturan mana yang ditaati. Menurutnya, tindakan korektif sepatutnya dijadikan bahan untuk perbaikan bukan malah menyerang Ombudsman yang mencari solusi terhadap permasalahan status 75 pegawai KPK.

"Ini sama saja KPK memilih untuk kill the messenger bukannya mengapresiasi rekomendasi Ombudsman," kata Ketua Wadah Pegawai KPK ini.

Yudi menilai, sikap tersebut menunjukkan bahwa dalih pimpinan KPK telah memperjuangkan hak dan nasib 75 orang pegawai adalah suatu retorika belaka. Dia mengatakan, seharusnya pimpinan KPK menjadikan rekomendasi Ombudsman sebagai dasar memperjelas status 75 pegawainya sesuai dengan Revisi UU KPK, putusan MK dan arahan Presiden.

"Sehingga 75 pegawai tersebut bisa segera kembali bekerja melaksanakan tupoksinya dalam memberantas korupsi di Indonesia," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK. Ombudsman lantas mengeluarkan tindakan korektif untuk KPK.

Alih-alih melaksanakan tindakan korektif itu, KPK justru menuding Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan 75 pegawai terhadap KPK. Lembaga antirasuah itu mengaku keberatan dengan hasil pemeriksaan Ombudsman yang menemukan kecacatan dalam seluruh proses TWK.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron berkelakar bahwa lembaga antirasuah tidak tunduk pada instansi apapun. Dia mengatakan, KPK tidak berada di bawah institusi apapun dan tidak bisa diintervensi kekuasaan manapun.

"Kami tidak ada di bawah institusi atau lembaga apapun di republik Indonesia ini, sehingga mekanisme dalam memberikan rekomendasi ke atasan ya atasan KPK langit-langit ini," kata Ghufron sambil terkekeh.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement