Kamis 05 Aug 2021 02:29 WIB

Studi: Masjid Amerika Kini Lebih Fleksibel

Saat ini perempuan juga tampak lebih terlibat di masjid-masjid AS.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Gita Amanda
Masjid baru di Indiana tengah, Amerika Serikat
Foto: Wfyi
Masjid baru di Indiana tengah, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Masjid-masjid di Amerika Serikat (AS) saat ini tampak menjadi lebih fleksibel terhadap penerapan madzhab. Selain itu, perempuan pun kini lebih dilibatkan dalam struktur kepemimpinan masjid.

Hal ini diungkapkan dalam sebuah laporan dari Institute for Social Policy and Understanding. Laporan ini dilakukan setiap 10 tahun dengan cara menyurvei masjid-masjid di AS.

Baca Juga

Berdasarkan laporan terbaru ini, peneliti Ihsan Bagby mengatakan masjid-masjid Sunni AS kini melakukan pendekatan yang lebih pluralistik terkait madzhab. Mereka tak lagi hanya terpaku pada satu madzhab saja, tetapi meleburkan beberapa madzhab.

"Para pemimpin masjid AS bersandar pada pemahaman Islam yang mengacu pada sumber tekstual yang mendasar (Alquran dan Sunnah) tetapi terbuka pada interpretasi yang melihat tujuan dari hukum islam dan situasi moderen," jelas laporan tersebut, seperti dilansir The Washington Post.

 

Selain itu, saat ini perempuan juga tampak lebih terlibat di masjid-masjid AS. Banyak masjid AS yang kembali menghadirkan posisi-posisi pimpinan tertentu untuk perempuan.

Saat ini, ada sekitar 67 persen masjid di AS yang memiliki anggota perempuan dalam jajaran kepengurusan mereka. Angka tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan pada 2000 di mana hanya 50 persen masjid AS yang memiliki jajaran pengurus dari kalangan perempuan.

"Masjid AS lebih terintegrasi dari perspektif gender dibandingkan masjid di tempat lain," lanjut Bagby.

Di banyak negara Islam, satu madzhab seringkali lebih mendominasi. Imigran AS yang datang dari negara-negara tersebut juga cenderung mempraktikkan hal tersebut. Akan tetapi, masjid-masjid mereka seringkali memadukan beragam tradisi untuk menarik jamaah yang lebih luas.

Bagby mengatakan masjid bermadzhab Hanafi dan Syafi'i merupakan yang paling umum di AS. Akan tetapi, saat ini masjid yang mengikut madzhab Maliki mulai meningkat karena adanya migrasi dari Afrika dan banyak mualaf AS yang lebih tertarik dengan madzhab tersebut. Alasannya, mereka menilai madzhab Maliki memiliki interpretasi yang lebih fleksibel terhadap beberapa praktik Islam.

Penggunaan bahasa Inggris pun tampak semakin umum di masjid-masjid AS. Bila pada survei 2000 hanya ada 53 persen masjid AS yang menggunakan bahasa Inggris, saat ini ada 72 persen yang melakukannya.

Masjid-masjid AS pun tampak lebih terlibat dengan politik dibandingkan sebelumnya. Saat ini, tercatat ada 51 persen masjid yang menerima kunjungan politikus atau mempersilahkan politikus sebagai pembicara. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka keterlibatan politik di gereja.

"Banyak masjid mendukung langkah ini bukan untuk alasan politis, tetapi karena mereka meyakini hal tersebut meningkatkan hubungan antara Muslim dan nonMuslim," ungkap Bagby.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement