Rabu 04 Aug 2021 19:33 WIB

Calon Hakim Agung ini tak Masalah Koruptor Dihukum Mati

Calon Hakim Agung Prim Haryadi Singgung Hukuman Mati untuk Kasus Bansos

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Koruptor (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Prim Haryadi, menjadi salah satu dari 24 hakim yang mengikuti seleksi calon hakim agung yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY). Hakim nonpalu itu menjalani sesi wawancara terbuka pada Rabu (4/8) yang disiarkan secara daring melalui saluran Youtube KY. 

Dalam sesi wawancaranya, Prim yang sudah 30 tahun berkarir menjadi hakim memandang tidak bermasalah dengan penerapan hukuman mati di Indonesia. Selama menjadi Hakim, Prim mengaku sudah pernah menjatuhkan 7 hingga 8 perkara dengan vonis hukuman mati. 

Baca Juga

"Berkaitan hukuman mati, negara kita masih membutuhkan hukuman mati, karena untuk perkara tertentu masih membutuhkan hukuman mati," ujar Prim.

Menurut Prim, perkara narkotika dan korupsi masih sangat dimungkinkan untuk menerapkan hukuman mati. Karena, kedua perkara tersebut sangat berdampak luas untuk masyarakat. 

Mendengar pernyataan Prim, Komisioner KY Amuzilian Rifai menanyakan pandangan Prim terkait penerapan hukuman mati dalam perkara korupsi bansos yang menjerat Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Diketahui, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dihukum 11 tahun penjara serta denda Rp 500 juta dalam kasus korupsi bantuan sosial Covid-19.

Dalam perkara korupsi, menurut Prim dalam kerangka hukum, pandemi termasuk dalam waktu kahar, waktu 'luar biasa', atau waktu bencana. Dalam situasi tersebut pula, kejahatan yang dilakukan akan diancam hukuman yang lebih berat dibandingkan ketika situasi normal.

"Kalau melihat dari pada pemberitaan, sebenarnya MA sudah menentukan dengan mengeluarkan pedoman pemidanaan di Pasal 2 dan Pasal 3 Pasal Tipikor ini, tinggal bagaimana peran pelaku, seberapa jauh dampaknya, jadi dengan MA sudah mengeluarkan pedoman ini bisa diterapkan Majelis Hakim, tapi karena belum inkrah ya jadi saya tidak bisa komentar lebih jauh," jelasnya.

"Bagaimana komentar saudara, bila menerapkan hukuman mati?," tanya Amuzillian.

"Kita ini negara berdaulat, sepanjang bisa membuat pertimbangan hukum dengan baik dan diterima masyarakat secara luas, apalagi MA telah mengeluarkan pedoman, maka kami akan menetapkan hukuman mati, " jawabnya. 

Komisi Yudisial RI menggelar wawancara calon hakim agung 2021. Seleksi akan berlangsung pada Selasa (3/8) hingga Sabtu (7/8). Seleksi diikuti oleh 24 calon hakim agung.

Dari 24 peserta tersebut, 15 orang merupakan calon hakim agung kamar pidana, 6 orang calon hakim agung kamar perdata, dan 3 orang calon hakim agung kamar militer. Mereka akan menjalani tahap wawancara di Komisi Yudisial. Adapun penguji dalam tahap ini adalah tujuh anggota KY, satu negarawan, dan satu pakar hukum. 

Dijadwalkan pada Rabu (4/8) sebanyak lima CHA akan menjalani wawancara terbuka. Mereka adalah, Hakim H Adly, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Jambi; Hakim Catur Irianto, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tanjung Karang; Hakim Suharto, Panitera Muda Pidana Khusus MA; Hakim Subiharta, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung dan Hakim Pri Haryadi, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement