Sabtu 31 Jul 2021 04:55 WIB

Alla Mousa, Dokter Suriah yang Siksa Penentang Rezim Assad

Orang-orang yang menentang rezim Assad disiksa secara kejam salah satunya oleh Mousa

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
Seorang anggota Tentara Pembebasan Suriah memegang senjata saat bentrok dengan pasukan loyalis rezim Bashar al-Assad di Aleppo.
Seorang anggota Tentara Pembebasan Suriah memegang senjata saat bentrok dengan pasukan loyalis rezim Bashar al-Assad di Aleppo.

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Sejak perang sipil yang dimulai dengan pemberontakan terjadi di Suriah pada 2011, situasi di negara itu hingga saat ini belum kondusif. Perang saudara di antara pemberontak yang ingin menggulingkan kekuasaan Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan orang-orang yang setia dengan rezim pemerintah terus berkobar.

Bahkan selama 10 tahun terakhir, kejahatan kemanusiaan juga tak luput terjadi. Alla Mousa, seorang dokter asal Suriah menjadi seseorang yang didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Pemerintah Jerman. Ia pertama kali datang ke negara Eropa itu pada 2015 untuk bekerja.

Baca Juga

Namun, pada 2020 Mousa ditangkap atas 18 tuduhan penyiksaan terhadap warga Suriah yang menentang rezim pemerintahan Assad. Ia disebut melakukan praktik yang tidak manusiawi di sejumlah rumah sakit militer di Homs dan Damaskus.

Sejak perang saudara dimulai di Suriah pada 2011, pengunjuk rasa yang terluka maupun anggota oposisi pemerintah dibawa ke rumah sakit militer. Di sana, mereka dilaporkan mendapat penyiksaan yang mengerikan.

Hal itu diketahui dari laporan independen kelompok pemantau hak asasi manusia. Rumah sakit militer menjadi tempat di mana kejahatan kemanusiaan terjadi. Orang-orang yang menentang rezim Assad disiksa secara kejam, salah satunya oleh Mousa yang menjadi dokter di sana.

Mousa disebut kerap menyiksa pasien di rumah sakit militer dengan menargetkan organ atau bagian pribadi tubuh dengan maksud merusak kesuburan mereka. Menurut jaksa Jerman dalam dakwaan, ia pernah menuangkan alkohol ke alat kelamin seorang remaja laki-laki dan pria dewasa, kemudian membakar mereka dengan menggunakan pemantik di rumah sakit militer No. 608 di Homs.

Tak hanya itu, Mousa juga dituduh menyiksa sembilan orang lainnya di rumah sakit yang sama dengan menendang dan memukuli mereka. Surat dakwaan juga menuduh bahwa Mousa menendang dan memukuli seorang narapidana yang menderita serangan epilepsi.

Beberapa hari kemudian, ia memberinya obat dan kemudian meninggal. Penyebab pasti kematian ini masih belum diketahui.

Dalam satu kasus pada 2012, Mousa diduga memukul dan menendang seorang narapidana dengan kejam. Ketika pria itu mencoba membela diri dengan menendang kembali, ia memukulinya hingga jatuh dengan bantuan seorang perawat pria dan tak lama setelah memberikan zat beracun yang membunuh narapidana itu.

Selain tuduhan penyiksaan di rumah sakit militer di Homs, Mousa juga dituduh melakukan pelecehan terhadap narapidana di rumah sakit militer Mezzeh No. 601 di Damaskus antara akhir 2011 dan Maret 2012.

Kasus kejahatan Mousa menjadi upaya Jerman yang lebih luas untuk meminta pertanggungjawaban Pemerintah Suriah. Menurut laporan, rezim Assad secara diam-diam memasuki negara itu dengan menyusup di antara para pengungsi asal Timur Tengah yang telah menjadi korban perang saudara dan krisis lainnya.

Sebelumnya, pengadilan di Jerman menghukum seorang mantan anggota polisi rahasia bernama Eyad Al-Gharib atas ruduhan memfasilitasi penyiksaan para tahanan. Ia dihukum karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan dijatuhi hukuman penjara selama empat setengah tahun oleh pengadilan negara bagian Koblenz.

Jaksa Jerman menggunakan prinsip yurisdiksi universal di negara itu untuk kejahatan berat untuk membawa kasus yang melibatkan korban dan terdakwa dalam kejahatan perang Suriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement