Jumat 30 Jul 2021 14:49 WIB

Saat ASN Ditugaskan Mengurus Bisnis BUMN

Sebagian masyarakat mempermasalahkan rangkap jabatan para ASN.

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN)
Foto: setkab.go.id
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN)

Oleh : Helmizar, Kapus Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Helmizar, Kapus Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI & Teuku Surya Darma, Analis NonASN

Umumnya, setiap orang berharap mendapatkan pekerjaan yang layak dengan ukuran yang biasanya dilihat dari seberapa besar penghasilan yang diperoleh, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok maupun pelengkap hidup sehari-hari. Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan kebutuhan primer, skunder, dan tersier. Tentunya, berbagai upaya dilakukan dalam memperoleh penghidupan yang layak tersebut, meskipun harus bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan dengan mengatur jam kerja sedemikian rupa sebagai konsekuensi dari terbatasnya waktu hanya 24 jam sehari.

Namun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), kondisi tersebut tidaklah mudah karena dengan sumpahnya para ASN secara tegas telah siap membatasi diri, waktu, dan pengabdiannya untuk totalitas dalam memberikan pelayanan publik bagi masyarakat dan berperan sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu, kompetensi dan kualifikasi para ASN melalui hasil rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatannya telah diarahkan untuk mampu dan sejalan dengan penyelenggaraan dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), sebagaimana disebut sebagai dasar “menimbang” dalam penetapan UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Faktanya memperlihatkan tidak sedikit para ASN menduduki dua atau lebih dari satu jabatan dengan jenis pekerjaan yang berbeda. Bahkan dengan orientasi usaha yang berbeda pula, antara public service oriented seperti pemerintahan dengan business oriented seperti BUMN. Data tersebut terkonfirmasi dari laporan hasil pemeriksaan BPK RI (IHPS II 2020), di mana terungkap bahwa ditahun 2017, 2018, dan 2019 terdapat masing-masing 23 ASN, 51 ASN, dan 54 ASN yang "ditugaskan" sebagai Dewan Komisaris/Dewan Pengawasdi BUMN dan Anak Perusahaan BUMN. Begitupun sebanyak 444 orang ASN pada Kementerian/Lembaga lain yang "ditugaskan" menjadi komisaris di BUMN-BUMN.

Pertanyaannya adalah, apakah para ASN tersebut menyadari bahwa mereka yang mendapatkan “penugasan” di BUMN, harus mengurus dan bertanggungjawab atas dua kewenangan yang berbeda yaitu penyelenggaraan kepentingan umum dan mengelola entitas privat yang ada di BUMN? Apakah mereka juga menyadari bahwa prinsip profesi ASN, seperti kode etik dan kode perilaku; komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik; kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; dan profesionalitas jabatan mampu dipertahankan atau tidak dilanggar?

Karena itu, mungkin menjadi wajar apabila sebagian masyarakat mempermasalahkan “rangkap jabatan” para ASN karena rasa khawatir timbulnya conflict interest yang akan mengganggu pelaksanaan prinsip Good and Clean Governance (GCG) dalam pengelolaan BUMN. Terkait waktu kerja ASN dari rangkap jabatan tersebut, maka masyarakat memiliki kekhawatiran atas tidak optimalnya pelayanan publik dengan kualitas lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement