Jumat 30 Jul 2021 14:07 WIB

Jaga Stok, Kemenkes Impor Remdesivir-Tocilizumab

Kebutuhan obat Covid-19 melonjak 12 kali lipat.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Indira Rezkisari
Apoteker melayani pembeli di salah satu apotek di Manado, Sulawesi Utara, Ahad (25/7/2021). Apoteker mewajibkan warga yang ingin membeli sebelas jenis obat-obatan COVID-19 dengan membawa resep dokter sebagai upaya menjaga ketersediaan stok obat yang terbatas, serta untuk mencegah pembelian dalam jumlah banyak yang berpotensi dijual kembali melebihi HET (harga eceran tertinggi) yang telah ditentukan pemerintah.
Foto: ANTARA/ADWIT B PRAMONO
Apoteker melayani pembeli di salah satu apotek di Manado, Sulawesi Utara, Ahad (25/7/2021). Apoteker mewajibkan warga yang ingin membeli sebelas jenis obat-obatan COVID-19 dengan membawa resep dokter sebagai upaya menjaga ketersediaan stok obat yang terbatas, serta untuk mencegah pembelian dalam jumlah banyak yang berpotensi dijual kembali melebihi HET (harga eceran tertinggi) yang telah ditentukan pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya memenuhi kebutuhan pasokan obat-obatan untuk terapi Covid-19 yang semakin langka di dalam negeri, seperti remdesivir, immune globulin, dan tocilizumab. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemenuhan obat-obatan tersebut dilakukan dari berbagai negara seperti China, India, Iran, dan juga Turki.

“Termasuk melakukan negosiasi diplomasi ke negara-negara lain untuk bisa mendapatkan bantuan ketersediaan obat ini,” kata Siti Nadia saat dikonfirmasi, Jumat (30/7).

Baca Juga

Ia menyebut, pasokan obat-obatan terapi Covid-19 di dunia saat ini terbatas karena produsennya yang juga terbatas. Sementara itu, seluruh negara menggunakan obat-obatan tersebut untuk terapi Covid-19.

Sedangkan untuk obat-obatan yang dapat diproduksi di dalam negeri hanya multivitamin, azithromycin, favipiravir, serta oseltamivir. Namun, kata dia, kebutuhan terhadap obat-obatan tersebut saat ini telah melonjak hingga 12 kali lipat sehingga membutuhkan waktu untuk proses penyediaannya. Apalagi, bahan baku untuk produksi obat-obatan tersebut juga didatangkan dari luar negeri.

“Dengan lonjakan kebutuhan 12 kali lipat pasti membutuhkan waktu untuk penyediaan bahan baku yang juga didatangkan dari luar negeri,” jelas dia.

Secara umum, lanjut dia, stok obat-obatan tersebut tersedia. Namun, tingginya kebutuhan menyebabkan pasokan terhambat.

“Karena kebutuhan yang juga tinggi tentunya kadang-kadang stok tidak langsung bisa dipenuhi dan distribusi langsung dari distributor ataupun industri farmasi,” ucap Siti Nadia.

Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, kebutuhan obat-obatan untuk terapi pasien Covid-19 mengalami lonjakan yang sangat tinggi sejak 1 Juni yang mencapai 12 kali lipat. “Sejak tanggal 1 Juni sampai sekarang telah terjadi lonjakan yang luar biasa dari kebutuhan obat-obatan. Lonjakan itu besarnya sekitar 12 kali lipat,” ungkap Menkes Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Senin (26/7).

Untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan saat ini, pemerintah telah berkomunikasi dengan gabungan pengusaha farmasi serta menyiapkan impor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, dan menyiapkan distribusinya. Kendati demikian, pemenuhan kebutuhan obat-obatan di dalam negeri ini membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Tapi memang dibutuhkan waktu antara 4-6 minggu agar kapasitas produksi obat dalam negeri kita bisa memenuhi kebutuhan peningkatan obat-obatan sebanyak 12 kali lipat ini,” kata Menkes.

Menkes Budi pun memastikan, obat-obatan yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai obat terapi Covid-19 itu dapat mulai mudah ditemukan pada awal Agustus, seperti obat azitromisin, oseltamivir, dan favipiravir.

Sedangkan, pemenuhan tiga obat lainnya, yaitu remdesivir, Actemra, dan juga Gammaraas, harus diimpor dari negara lain karena belum bisa diproduksi di dalam negeri. Sayangnya, pasokan obat-obatan tersebut saat ini juga terbatas di seluruh dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement