Rabu 28 Jul 2021 19:14 WIB

Dewas Diminta Periksa Lagi Dugaan Pelanggaran Pimpinan KPK

Tim 75 menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam tim 75 memberikan tambahan bukti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK ke dewan pengawas (Dewas). Pelanggaran diyakini dilakukan terkait proses tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menyingkirkan legawai berintegritas.

"Dengan demikian kami menganggap bahwa laporan aduan tertanggal 18 Mei 2021 dengan tambahan data dan informasi tertanggal 16 Juni 2021, masih bisa dibuka pemeriksaannya dengan pemberian bukti-bukti baru untuk mencukupkan bukti dugaan pelanggaran dimaksud dan dilanjutkan ke sidang etik," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif, Hotman Tambunan di Jakarta, Rabu (28/7).

Baca Juga

Hotman mengatakan, para pegawai memiliki dua alasan kuat untuk memberikan bukti tambahan kepada Dewas. Pertama, beberapa perbuatan dalam laporan pemeriksaan pendahuluan Dewas bukanlah perbuatan yang dimaksudkan oleh pelapor. Kedua, temuan Ombudsman yang menunjukkan adanya maladministrasi dan pelanggaran lain dalam TWK yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

Lanjutnya, di samping itu Dewas dalam laporan pendahuluan juga tidak menemukan bukti rapat pimpinan dimana dalam rapat tersebut Ketua KPK, Firli Bahuri dengan jelas dan tegas menyebutkan bahwa TWK bukanlah berakibat lulus atau tidak lulus.

"Kami memberikan bukti keberadaan rapat tersebut," ucapnya.

Adapun, bukti baru yang diserahkan ke Dewas antara lain, notulen Rapim 5 Maret 2021 di Ruang rapat Pancasila yang dihadiri oleh empat orang pimpinan dan pejabat struktural. Hotman mengatakan, dalam rapat itu Ketua Firli Bahuri secara jelas menyebutkan bahwa TWK tidak ada lulus dan tidak lulus.

Bukti tambahan lainnya yaitu email SDM kepada Sespim untuk mengesahkan botulen rapat tanggal 5 Maret 2021 tetapi tidak pernah ditindaklanjuti oleh Sespim. Selanjutnya, laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI menyatakan perbuatan sewenang-wenang pimpinan yang mengeluarkan SK 652 dan berita acara tanggal 25 Mei 2021.

"Dimana muatan Berita Acara tersebut adalah pemberhentian pegawai yang mendasarkan pada hasil TWK," ujarnya.

Tim 75 berharap dengan tambahan informasi dan bukti baru yang disampaikan dapat membuat Dewas untuk mempertimbangkan agar dugaan pelanggaran etik dinyatakan cukup alasan untuk dilanjutkan ke sidang etik. Pegawai juga meminta agar semua pelapor dapat diperiksa atau setidaknya pemeriksaan dilakukan melalui daring dan tidak memeriksa pelapor secara acak.

"Sehingga apa yang dimaksud oleh pelapor sebagai perbuatan yang diduga melanggar kode etik dapat dipahami secara utuh dan komprehensif oleh Dewas," katanya.

Sebelumnya, Dewas KPK tidak melanjutkan laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK. Dewas menilai, laporan yang dilakukan pegawai KPK tak lulus TWK itu tidak memiliki cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik.

Laporan terhadap pimpinan KPK menyangkut pasal sisipan mengenai pelaksanaan TWK ke dalam draf peraturan komisi (perkom) terkait tata cara alih status pegawai KPK menjadi ASN. Pimpinan juga dilaporkan tidak melakukan sosialisasi konsekuensi dari TWK.

Laporan juga memuat dugaan pelanggaran hak kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, hak bebas dari perlakuan diskiriminasi dan kekerasan gender. Pimpinan juga dilaporkan lantaran dugaan penggunaan TWK untuk memberhentikan pegawai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK.

Pimpinan juga dilaporkan terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) nomor 652 tahun 2021 tentang penyerahan tugas dan tanggungjawab pegawai TMS. SK dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 4 Mei 2021.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement