Selasa 27 Jul 2021 16:47 WIB

Pak Bilal Pergi dalam Sunyi di Atas Becaknya

Pengayuh becak berusia 84 tahun bernama Bilal dimakamkan setelah meninggal tiga hari.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ratna Puspita
Kepergian seorang pengayuh becak berusia 84 tahun bernama Bilal di Yogyakarta jadi salah satu peristiwa menyayat hati yang terjadi selama pandemi Covid-19. Bilal meninggal di atas becaknya di Jalan Magangan Kulon, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta, Senin (19/7). (Foto ilustrasi: Gapura Kraton Yogyakarta)
Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Kepergian seorang pengayuh becak berusia 84 tahun bernama Bilal di Yogyakarta jadi salah satu peristiwa menyayat hati yang terjadi selama pandemi Covid-19. Bilal meninggal di atas becaknya di Jalan Magangan Kulon, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta, Senin (19/7). (Foto ilustrasi: Gapura Kraton Yogyakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi covid yang belum juga berlalu di Indonesia terus mengukir kisah-kisah pilu. Kepergian seorang pengayuh becak berusia 84 tahun bernama Bilal di Yogyakarta jadi salah satu peristiwa menyayat hati yang terjadi selama pandemi Covid-19.

Bilal meninggal di atas becaknya di Jalan Magangan Kulon, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta, Senin (19/7). Di samping pintu masuk Bangsal Magangan Kraton Yogyakarta, Bilal meninggal dunia karena terpapar virus corona.

Baca Juga

Ironisnya, sampai menutup mata, tidak ada yang tahu Bilal terpapar corona. Bahkan, Bilal baru diketahui meninggal dunia selepas Magrib. Itu pun setelah seorang warga berniat memberi makanan menemukan Bilal tidak memberi reaksi.

Setelah melapor ke ketua RT dan Babinkamtibmas Polsek Kraton, dilakukan tes antigen dan baru diketahui Bilal terpapar corona. Meski memiliki KTP Paethan, Bilal tidak memiliki rumah di Patehan dan setiap hari memang tidur di becaknya.

Lurah Patehan, Handani, sempat mendatangi rumah anak perempuan Bilal, Siti Lestari, yang ada di Kabupaten Bantul. Namun, anak dan menantu Bilal mengaku tidak memiliki biaya untuk melakukan penguburan kepada jenazah Bilal.

Setelah itu, Handani mengirim surat ke Dinas Sosial Kota Yogyakarta, tetapi tidak pula bisa mendapatkan bantuan untuk biaya penguburan. Sebab, Bilal memiliki KTP di Kelurahan Patehan dan tidak masuk kriteria orang terlantar.

Padahal, jenazah Bilal sudah tiga hari di RSUD Kota Yogyakarta. Atas dasar kemanusiaan, Handani mencari makam dan berinisiatif memakai uang pribadinya Rp 5 juta untuk penguburan Bilal di Pemakaman Karanganyar, Kecamatan Mergangsan.

"Karena saya memang harus mengambil satu keputusan dan sudah mentok, keluarga kurang merespons, tapi bagaimana caranya Pak Bilal agar bisa dikuburkan karena sudah tiga hari di rumah sakit," kata Handani kepada Republika, Selasa (27/7).

Apalagi, Handani mengatakan, sesuai prosedur memang jenazah yang terpapar corona sebenarnya harus segera dikebumikan setidaknya 1x24 jam. Karenanya, walaupun sempat kebingungan, ia terus mencari pemakaman yang mudah, murah dan cepat.

Setelah mendapatkan lokasi, Handani meminta bantuan Tim Kubur Cepat BPBD Kota Yogyakarta untuk membantu mengurus jenazah Bilal. Ia mengaku bersyukur, pada Kamis (22/7) dini hari sekitar 02.00 jenazah Bilal akhirnya dapat dimakamkan.

"Saya merasa lega, saya tidak memikirkan uang itu siapa yang mengganti, saya hanya berharap kita semua bisa lebih baik dalam melayani masyarakat dan saya berdoa agar Pak Bilal bisa diterima," ujar Handani.

Kejadian yang menimpa Bilal tentu satu dari sekian banyak kisah yang dialami masyarakat akibat pandemi yang tiada henti. Kisah ini seyogyanya juga menjadi pelajaran agar rakyat mendapat perhatian lebih dalam menghadapi pandemi ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement