Selasa 27 Jul 2021 16:15 WIB

UMM Mantapkan Hubungan Indonesia-Vietnam

Bentuk kerja sama tidak hanya melalui kegiatan rutinitas.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) UMM menggelar simposium secara daring terkait hubungan bilateral Indonesia-Vietnam melalui pembelajaran BIPA.
Foto: Dok. Humas UMM 
Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) UMM menggelar simposium secara daring terkait hubungan bilateral Indonesia-Vietnam melalui pembelajaran BIPA.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berupaya turut aktif dalam membangun kerja sama bilateral Indonesia dengan negara lain. Salah satunya melalui aspek bahasa.

Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) UMM mengambil peran dengan menggelar simposium hubungan bilateral Indonesia-Vietnam melalui pembelajaran BIPA pada Jumat (23/7). Kegiatan ini turut menghadirkan Duta Besar Indonesia untuk Republik Sosialis Vietnam, HE Denny Abdi, dan Acting Konsulat Jenderal Ho Chi Minh City Vietnam, Musa Derek Sairwona.

Acara dilangsungkan secara daring melalui Zoom dan kanal Youtube BIPA UMM. Wakil Rektor IV UMM, Sidik Sunaryo mengatakan, simposium ini merupakan bagian rangkaian panjang internasionalisasi UMM. Usaha itu semakin dikuatkan dengan tujuan pada Milad UMM yang memantapkan diri sebagai kampus kelas dunia. "Dengan spirit solidaritas internasional," ujarnya.

Menurut Sidik, bentuk kerja sama tidak hanya melalui kegiatan rutinitas. Namun juga harus mampu mendekatkan perasaan emosional antara warga kedua negara. Ia berharap gelaran ini bisa melahirkan ide cerdas nan maju.

Dengan demikian, bisa memunculkan empati dan kebersamaan antara kedua negara. Hal tersebut terutama untuk mendorong lahirnya upaya-upaya dalam menghadapi situasi yang tidak mudah seperti saat ini.

Duta Besar Indonesia untuk Republik Sosialis Vietnam, HE Denny Abdi, memulai sambutannya dengan menceritakan persamaan-persamaan kedua negara. Mulai tanggal kemerdekaan yang berdekatan hingga konsep pembangunan yang cukup mirip. “Maka tidak heran kalau founding fathers kedua negara cukup dekat, antara Soekarno dan Ho Chi Minh. Hal itu karena keduanya memiliki semangat yang sama,” ungkapnya.

Selain kedekatan dalam bidang ekonomi, Indonesia dan Vietnam juga memiliki hubungan yang baik dalam aspek politik, sosial, bahkan budaya. Sebab itu, Denny menilai, program BIPA menjadi agenda andalan bagi KBRI maupun KJRI Ho Chi Minh City.

Menurutnya, sambutan masyarakat Vietnam untuk belajar bahasa Indonesia terlihat cukup tinggi. Namun, ia juga ingin warga Indonesia bisa melakukan hal yang sama. Yakni, mempelajari bahasa Vietnam agar terjadi pendekatan dua arah.

Selain itu, Denny mengatakan kedekatan yang dibangun tidak akan berhenti pada aspek bahasa saja. Namun berlanjut dengan melakukan kerja sama di berbagai aspek. Vietnam bisa menjadi mitra strategis Indonesia karena bisa menjadi engine of growth di ASEAN.

"Selain itu, kedua negara nantinya juga bisa berkontribusi dalam aspek peace and security. Jadi, bahasa bisa digunakan sebagai perekat keduanya,” jelasnya.

Wakil Dekan Faculty of Oriental Studies di University of Social Sciences & Humanities Vietnam, Nguyen Thanh Tuan selaku pembicara utama, menjelaskan tentang prospek bahasa Indonesia di Kota Ho Chi Minh. Penjelasannya dimulai dengan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bagi masyarakatnya untuk menguasai bahasa asing selain bahasa Inggris.

Salah satunya adalah bahasa Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, kata dia, bahasa Indonesia telah masuk beberapa universitas. Sebut saja seperti Universitas Nasional Vietnam dan Universitas Terbuka.

Ia juga sempat menganalisis pengembangan bahasa Indonesia di Vietnam dengan menggunakan SWOT. Hal pertama yang ia paparkan adalah kekuatan bahasa Indonesia. Menurutnya, hubungan bilateral kedua negara membuat animo masyarakat meningkat.

Selain itu, bantuan fasilitas dari KJRI juga mempermudah pembelajaran bahasa serta budaya Indonesia. Ditambah lagi dengan bantuan pengajar yang dikirimkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI serta beberapa universitas di Indonesia.

Meski begitu, ia juga mengungkapkan kelemahannya yakni tenaga pengajar yang relatif sedikit. Apalagi bahan ajar yang terbatas membuat pembelajaran bahasa ini cukup sulit. Namun, ia yakin ada peluang yang cukup bagus bagi bahasa Indonesia. Hal itu tidak lepas dari banyak beasiswa yang disediakan oleh pemerintah Indonesia untuk warga Vietnam.

Kemudian juga dengan kesempatan mereka yang bisa bekerja di perusahaan asing. Di sisi lain, dia tak menampik, masih ada segelintir tantangan dalam pengembangannya. Salah satunya banyak perusahaan yang tidak tahu jika ada warga Vietnam yang bisa bahasa Indonesia. Banyak pula orang Vietnam yang berpikir ulang alasan belajar  bahasa ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement