Selasa 27 Jul 2021 15:01 WIB

FRI: MBKM Butuh Kerangka Regulasi Komprehensif

Ada 5 hal yang perlu dilakukan pemerintah agar MBKM sesuai cita-cita.

Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) yang juga Rektor IPB University Prof Arif Satria.
Foto: Dok IPB University
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) yang juga Rektor IPB University Prof Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Pada Konferensi Forum Rektor Indonesia, Konvensi Kampus Ke-27 dan Temu Tahunan Ke-23 yang dilaksanakan Selasa (27/7), Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI)  Arif Satria dalam sambutannya menyoroti aspek pendidikan khususnya implementasi Kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) dan memberikan sejumlah rekomendasi.

Menurutnya, dampak pandemi Covid-19 berkepanjangan berpotensi menurunkan kualitas pembangunan manusia dan pendidikan di Indonesia. “Bahkan bisa mengakibatkan ‘generation loss’, sehingga diperlukan langkah mitigasi dan upaya khusus untuk memastikan pembangunan manusia dan pendidikan berada dalam performa unggul dan utama,” kata Arif Satria seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Oleh karena itu, Arif menambahkan, dalam konteks pendidikan tinggi, FRI mengharapkan pemerintah dapat membantu mahasiswa dan dosen dalam menjalankan proses pendidikan, yakni dengan memperluas akses dan jangkauan kartu Indonesia pintar (KIP), meningkatkan bantuan UKT/SPP bagi mahasiswa, menambah bantuan kuota internet bagi mahasiswa dan dosen, serta membantu perguruan tinggi swasta (PTS) dengan mengupayakan model pendanaan alternatif sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap dunia pendidikan tinggi.

“Di  tengah-tengah pandemi ini, kebijakan MBKM akan kita jalankan secara bersama-sama. Oleh karena itu, FRI memandang setidaknya ada lima hal penting yang perlu dilakukan pemerintah agar MBKM ini berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan,” ujar Arif Satria yang juga rektor IPB University.

Pertama, kebijakan MBKM harus diikuti juga dengan otonomi kampus yang lebih besar. “Tidak hanya mahasiswanya yang merdeka, tetapi juga kampus dan dosen harus merdeka,” tuturnya. 

Kedua, MBKM memerlukan kerangka regulasi komprehensif, baik itu regulasi pendukung maupun deregulasi aturan penghambat seperti: sistem akreditasi PT, UU Dosen dan Guru, regulasi terkait tugas belajar dan  izin belajar, termasuk perubahan statuta.

Ketiga, penguatan kompetensi mahasiswa perlu diperkaya dengan pendidikan karakter dan kebudayaan sebagai manusia Indonesia yang sadar akan kewajiban kepada negara, bangsa dan agamanya. “Kegiatan MBKM juga perlu dipadupadankan dengan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang berorientasi pada pengembangan karakter dan ideologi bangsa,” papar Arif.

Keempat, pemerintah perlu menjembatani hubungan antara perguruan tinggi dengan dunia industri.  “Karena,  tidak semua perguruan tinggi memiliki akses yang memadai ke industri, terutama di kawasan 3T(Terdepan, Terpencil dan Tertingga),” ujarnya memberikan alasan.

Kelima, pemerintah perlu memperluas akses beasiswa pendidikan jenjang S3 dalam negeri kepada para dosen yang berasal dari perguruan tinggi di kawasan 3T dan perguruan tinggi swasta.

“Perluasan beasiswa pendidikan dalam negeri ini di  satu sisi dapat memperkuat SDM di perguruan tinggi asal, disisi lain juga akan menambah jumlah riset yang dihasilkan di perguruan tinggi dalam negeri yang tujuan,” kata Arif Satria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement