Selasa 27 Jul 2021 09:01 WIB

MES Australia Gelar Workshop Koperasi Syariah

Komunitas diaspora Indonesia di Australia memerlukan lembaga keuangan syariah.

Pengurus Wilayah Khusus Masyarakat Ekonomi Syariah (PWK MES) Australia menggelar workshop bertajuk “Pendirian dan Pengembangan Koperasi Syariah di Australia”, Sabtu (24/7).
Foto: Dok MES Australia
Pengurus Wilayah Khusus Masyarakat Ekonomi Syariah (PWK MES) Australia menggelar workshop bertajuk “Pendirian dan Pengembangan Koperasi Syariah di Australia”, Sabtu (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY – Pengurus Wilayah Khusus Masyarakat Ekonomi Syariah (PWK MES) Australia kembali menggelar event yang terutama ditujukan bagi warga diaspora Indonesia di Australia. Workshop tersebut, yang digelar pada Sabtu (24/7) lalu, mengambil tajuk “Pendirian dan Pengembangan Koperasi Syariah di Australia”.

Dengan komunitas diaspora Indonesia yang cukup besar di Negeri Kanguru, sejak lama dipandang perlu untuk mendirikan lembaga-lembaga keuangan syariah guna mengakomodasi kebutuhan warga diaspora yang bermukim di Australia. Keinginan mulia tersebut dapat dimulai salah satunya melalui lembaga yang berbentuk koperasi, khususnya koperasi syariah.

Dalam sambutannya, Ketua Umum MES Australia Shaifurrokhman Mahfudz mengungkapkan, terbentuknya lembaga-lembaga atau perhimpunan ekonomi diharapkan dapat menjadi wadah untuk saling dukung dan saling membantu di antara sesama warga diaspora, serta menjadi kesempatan menerapkan nilai-nilai Islam yang universal.

“Australia adalah negara terbuka dan demokratis. Peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun negara bagian menyuarakan hal yang sama terkait dukungan atas multikulturalisme. Dengan demikian, setiap orang tanpa memandang latar belakang punya kesempatan yang sama. Siapa pun bisa berkompetisi secara sehat dan fair,” papar Shaifurrokhman, yang juga menekankan spirit berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).

Workshop online yang berlangsung lebih kurang tiga jam ini diikuti secara antusias oleh sekitar 80 orang peserta. Berbagai organisasi dan komunitas diaspora Indonesia di Australia, baik yang sudah maupun belum mendirikan lembaga koperasi, mengirimkan perwakilan mereka dalam kegiatan ini. Di samping itu, workshop juga diikuti oleh berbagai kalangan pelaku dan pemerhati ekonomi dan keuangan syariah, baik di Tanah Air maupun mancanegara seperti Malaysia dan Mesir.

Wakil Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra, Mohammad Syarif Alatas, dalam opening speech-nya menggarisbawahi pentingnya agenda workshop semacam ini. Menjadi harapan bersama agar bangsa Indonesia, baik di Tanah Air maupun komunitas diaspora di Australia, dapat memanfaatkan berbagai peluang ekonomi yang terbuka lebar pasca-diratifikasinya The Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), terlebih di tengah hubungan bilateral yang baik dan solid di antara kedua negara.

“Semoga acara hari ini menjadi langkah awal dari berbagai program MES dalam memanfaatkan kerja  sama ekonomi Indonesia-Australia yang sudah terjalin erat, sehingga kita dapat saling mengisi dan bekerja sama, termasuk di bidang industri halal dan industri sektor keuangan,” ujar  Syarif seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Workshop ini menghadirkan enam orang pemateri dari beragam latar belakang, baik yang bermukim di Indonesia maupun Australia. Masing-masing narasumber memaparkan topik tertentu sesuai keahlian dan pengalaman masing-masing. Adapun tiga narasumber pertama adalah Baiq Mulianah (rektor Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat), Muhamad Abduh (anggota Indonesian Muslim Community of Victoria), dan Aditya Agusetyawan (pendiri Koperasi CIDE, Sydney).

Baiq, yang juga ketua umum MES NTB serta peraih Penghargaan Nasional Penggerak Keuangan Mikro Syariah dari OJK, membagikan pandangannya mengenai strategi pengembangan program koperasi syariah. Di antara aspek-aspek yang harus diperhatikan oleh pengurus koperasi syariah adalah meningkatkan kemandirian, memperkuat edukasi kepada anggota, menjalin kerja sama antarkoperasi, melakukan transformasi digital, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan koperasi.

Sementara itu, Muhamad Abduh menjabarkan seperangkat regulasi mengenai koperasi di Australia. Pria yang telah lama bermukim di Melbourne ini menekankan pentingnya komunitas diaspora memiliki pemahaman mengenai regulasi setempat. Meskipun cenderung kompleks, berbagai regulasi tersebut mutlak dipenuhi untuk mendirikan koperasi yang beroperasi secara legal serta memberikan jaminan bahwa koperasi dikelola dengan amanah. 

Abduh juga memaparkan kisah sukses beberapa lembaga keuangan syariah di Negeri Kanguru yang bermula dari format koperasi, di antaranya Muslim Community Cooperative of Australia (MCCA) yang hingga hari ini telah menyalurkan pembiayaan hunian senilai lebih dari 2 miliar dolar Australia. “Potensi diaspora Indonesia untuk mendirikan koperasi ini sangat besar, terlebih kita punya sumber daya, juga masjid-masjid yang dikelola oleh komunitas Indonesia. Memang masih ada tantangannya, namun kalau bisa kita wujudkan, akan menjadi wadah yang merekatkan sesama warga diaspora Indonesia,” tutur Abduh.

Selanjutnya, Aditya Agusetyadi menceritakan pengalamannya mendirikan koperasi di organisasinya, Centre for Islamic Dakwah and Education (CIDE) New South Wales. Diungkapkannya bahwa koperasi yang baru berdiri beberapa bulan lalu ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk melayani dan memfasilitasi jamaah, menindaklanjuti demand dari anggota komunitas, dan menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan dakwah CIDE NSW. “Ada banyak peluang di masa depan dengan berdirinya koperasi ini, yaitu profit akan masuk ke CIDE NSW, diversifikasi usaha, pengalaman kerja untuk para volunteer, serta mendukung produk-produk Indonesia,” ujar Aditya.

Sesi kedua workshop MES Australia ini diisi oleh tiga narasumber, yaitu Faqih Nabhan (wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga), Shaifurrokhman Mahfudz (ketua umum MES Australia), dan Ranggapati Siswara Dewantoro (PT Vascomm Solusi Teknologi). Masing-masing memaparkan aspek akuntansi dan penganggaran, hukum syariah, dan teknologi informasi dalam pengelolaan koperasi syariah.

Faqih menguraikan berbagai aspek teknis dalam proses penganggaran dan pelaporan keuangan koperasi syariah. “Jadi kesimpulannya bahwa akuntansi itu sangat penting bagi kegiatan operasional sebuah koperasi. Oleh karena itu, diperlukan sistem dan aplikasi akuntansi yang memadai untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan koperasi,” tutur Faqih.

Dari sisi fiqih koperasi syariah, Shaifurrokhman menyampaikan filosofi luhur ekonomi syariah dengan empat fondasinya, yaitu akidah, syariah, akhlak, dan ukhuwah. Selanjutnya, ia menggarisbawahi perbedaan antara fiqih ibadah dan fiqih muamalah, serta transaksi-transaksi dalam pengelolaan koperasi syariah.

Terakhir, Ranggapati menjabarkan aspek teknologi informasi dan software untuk mendukung kegiatan operasional koperasi syariah. Senada dengan Baiq dan Faqih, ia juga menegaskan bahwa era sekarang ini menuntut semua aktivitas bisnis dilaksanakan secara terdigitalisasi dan tidak mengandalkan sistem manual semata, termasuk dalam pengelolaan sebuah koperasi syariah.

Dihubungi di Sydney, Shaifurrokhman mengungkapkan kesyukuran pihaknya bahwa kegiatan workshop ini dapat berlangsung dengan lancar dan turut dihadiri oleh perwakilan pengurus berbagai organisasi dan komunitas diaspora Indonesia di Negeri Kanguru. Apa yang diperoleh dalam acara ini diharapkan dapat menjadi bekal yang memadai dan selanjutnya memotivasi warga diaspora Indonesia untuk mempercepat pendirian koperasi syariah di organisasi dan komunitas masing-masing.

“Semoga dengan penyelenggaraan workshop koperasi syariah ini, kita bersama dapat meniti jalan menuju kemandirian ekonomi dan menebar kemaslahatan yang semakin luas, khususnya bagi bangsa Indonesia baik komunitas diaspora di Australia maupun di Tanah Air,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement