Ahad 25 Jul 2021 17:06 WIB

Epidemiolog: Thailand Harus Respons 3T Tangani Varian Delta

Cakupan tes di Thailand yang masih sangat rendah

Rep: Fergie Nadira/ Red: Agung Sasongko
Thailand memberlakukan karantina menyusul kenaikan kasus Covid-19 di Bangkok dan sejumlah kawasan lain mulai 12 Juli 2021. Pembatasan kegiatan tersebut berlaku selama dua pekan.
Foto: EPA-EFE/NARONG SANGNAK
Thailand memberlakukan karantina menyusul kenaikan kasus Covid-19 di Bangkok dan sejumlah kawasan lain mulai 12 Juli 2021. Pembatasan kegiatan tersebut berlaku selama dua pekan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai krisis Covid-19 di Thailand belum separah yang terjadi di Indonesia. Menyusul laporan jumlah kasus dan kematian Covid-19 di Thailand yang kian melonjak dari hari ke hari sehingga membuat rumah sakit kewalahan.

"Penanganan Covid-19 Indonesia sudah berada di dalam kondisi lebih parah sebetulnya, jadi Thailand lebih beruntung dengan kondisi yang belum terlalu parah sehingga bisa harus segera melakukan penguatan," ujar Dicky kepada Republika, Ahad (25/7).

Baca Juga

Menurutnya, kesamaan yang hampir serupa dengan Indonesia adalah cakupan tes di Thailand yang masih sangat rendah. Bahkan, sejak memasuki 2021 pun cakupan tes Covid-19 di negara tersebut hanya memasuki batas minimal dari yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Oleh karenanya, tutur dia, hal ini bakal menjadi sangat berbahaya. Angka kematian Covid-19 yang melejit naik di Thailand menunjukkan bahwa ada kasus yang tidak terdeteksi di dalam komunitasnya.

"Walaupun ini belum separah Indonesia, namun jika negara tersebut tidak direspon dengan 3 T (Testing, Tracing dan Treatment) yang kuat, kemudian tidak ditingkatkan vaksinasinya, akan meledak, dan harus siap meledak," ujar dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement