Jumat 23 Jul 2021 05:03 WIB

Terbunuhnya Mualaf di Bangladesh dan Gesekan Etnis

Kejutan baru kala ada seorang di pedalaman Bangladesh dibunuh karena menjadi Muslim

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Subarkah
Seorang warga Rowangchhari subdistrict mengisahkan soal pembunuhan yang terjadi setelah adanya orang berpindah agama.
Foto: trt
Seorang warga Rowangchhari subdistrict mengisahkan soal pembunuhan yang terjadi setelah adanya orang berpindah agama.

IHRAM.CO.ID, DHAKA -- Chittagong Hill Tracts (CHT), wilayah perbukitan yang jarang penduduknya di Bangladesh Selatan, dikenal sebagai daerah yang tidak asing dengan kekerasan. Dinodai oleh sisa-sisa pemberontakan selama beberapa dekade, wilayah khusus ini telah memperlihatkan pembunuhan politik, dan etnis yang tak terhitung jumlahnya.

Namun, sebagaimana dikutip dari TRT World, ada satu pembunuhan yang perlu mendapat perhatian khusus. Pembunuhan ini terjadi pada 18 Juni lalu di Rowangchhari, Bandarban, CHT. Dan untuk pertama kalinya, seorang pria etnis Tripura dibunuh karena dia bersama keluarganya telah masuk Islam.

Penegak hukum negara Asia Selatan itu, di mana Islam adalah agama mayoritas, belum mengonfirmasi motif di balik pembunuhan yang mengejutkan publik di Bangladesh. Peristiwa ini telah memicu beberapa unjuk rasa protes sebagian besar oleh ulama Muslim dan kelompok Islam, yang menuntut hukuman untuk pelaku.

Ruang media sosial Bangladesh juga dibanjiri banyak postingan yang menyebut Omar Faruk, korban pembunuhan itu, adalah seorang syahid. Towhid Kabir, petugas yang bertanggung jawab atas kantor polisi Rowanchhari mengatakan masih menyelidiki pembunuhan itu.

"Tempat pembunuhan itu terjadi sangat terpencil. Tidak ada cara Anda dapat mencapai sana dengan kendaraan bermotor. Anda perlu mendaki selama 18 jam. Ini adalah bulan monsun, jadi hujan lebat menghalangi penyelidikan kami," kata Kabir.

Namun Kabir mengatakan, mereka mencurigai anggota Parbatya Chattagram Jana Samhati Samiti (PCJSS) di balik pembunuhan ini. "PCJSS memiliki semacam kendali atas area di mana pembunuhan itu terjadi. Jadi, kami mencurigai anggota mereka," katanya.

PCJSS, sebuah kelompok etnis minoritas bersenjata, bertanggung jawab atas pemberontakan aktif di wilayah CHT sejak akhir 70-an. Pemerintah Bangladesh berturut-turut, alih-alih berurusan dengan mereka secara politis, melihat krisis dengan mencoba mengubah struktur demografis wilayah tersebut untuk mendukung mayoritas penduduk Muslim Bengali

Hingga akhirnya, bentrokan kekerasan antara Muslim Bengali dan orang-orang etnis minoritas, yang sebagian besar menganut agama Buddha dan Hindu, pun tidak dapat dielakkan. Sekalipun ada perjanjian damai CHT yang bersejarah pada 1997, perdamaian di kawasan itu tampak jauh.

Wartawan Bangladesh Nazmul Ahasan, yang dibesarkan di CHT sebagai seorang Bengali, mengatakan, Santu Larma yang terkenal, telah lama menyuarakan keprihatinan tentang "Islamisasi" komunitas etnis. "Kelompok tersebut, serta komunitas etnis pada umumnya, telah lama menolak keras hubungan pernikahan antara wanita etnis dan pria Muslim Bengali," katanya.

Menurut Ahasan, sikap seperti itu dilihat dalam konteks kelompok etnis yang takut kehilangan budaya dan warisan mereka. Meskipun agama Kristen juga telah mengakar di beberapa wilayah CHT, etnis minoritas lebih khawatir tentang penyebaran Islam karena statusnya sebagai agama mayoritas.

Faruk, mualaf yang menjadi korban pembunuhan, adalah pria berusia 50 tahun dan berasal dari suku Tripura di Bangladesh. Namanya Purnendu Tripura. Secara tradisional, lebih dari 90 persen suku Tripura di Bangladesh menganut agama Hindu sementara sisanya sebagian besar adalah pemeluk Kristen.

Menurut Parbotto News, sebuah portal berita lokal CHT, Faruk masuk Islam setelah menghadiri agenda Jamaah Tabligh di Bandarban. Dia kemudian mulai berdakwah kepada orang-orang di desanya. Di antara 38 keluarga di desanya, lima memeluk Islam karena dakwahnya.

"Dakwah Islam oleh Faruk di antara suku Tripura ini tidak diterima dengan baik oleh anggota PCJSS," kata Mehedi Hasan Palash, editor Parbotto News. "Faruk menerima banyak ancaman dari mereka untuk berhenti berdakwah," tambah Mehdi.

Alih-alih menghentikan kegiatan keagamaannya, Faruk di desanya mendirikan masjid kecil dan terus berdakwah. Pada malam 18 Juni, sebuah kelompok bersenjata datang ke rumah Faruk, mengacungkan senjata dan membunuhnya dari jarak dekat.

"Kami berbicara dengan anggota keluarga Faruk dan mereka memberi tahu kami bahwa Faruk khawatir dengan insiden seperti itu sebelumnya. Dia mengatakan hidupnya dalam bahaya dan dia mungkin terbunuh karena kegiatan dakwahnya," kata Palash, yang juga ketua CHT Research Foundation, sebuah organisasi penelitian nirlaba.

Palash mengatakan cukup jelas bahwa kelompok bersenjata itu adalah PCJSS karena mereka memiliki kendali atas wilayah tempat Frauk dulu tinggal. "Di bagian perbukitan yang terpencil, pemerintah daerah hampir tidak memiliki kendali dan kelompok pemberontak seperti PCJSS memiliki banyak pengaruh," tambah Palash.

Mojibur Rahman, Presiden Parbotto Chattagram Nagorik Parishad, sebuah kelompok masyarakat sipil, menuturkan pembunuhan Faruk memang mengkhawatirkan. Sebab Faruk bukanlah anggota partai politik manapun.

"Dia hanya pria sederhana yang memeluk Islam dan mencoba untuk menyebarkan ajarannya di antara sukunya. Sangat mengkhawatirkan bahwa di negara di mana lebih dari 90 persen penduduknya adalah Muslim, seorang mualaf dibunuh karena keyakinan agamanya," katanya.

Sumber: https://www.trtworld.com/magazine/a-muslim-convert-s-killing-exposes-bangladesh-s-ethnic-fault-lines-47838

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement