Rabu 21 Jul 2021 22:00 WIB

Revisi Statuta UI, Skala Prioritas Pemerintah Dipertanyakan

Polemik revisi statuta UI dicurigai upaya pengalihan isu penanganan pandemi Covid-19.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Gedung Rektorat Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat. (ilustrasi)
Foto: Humas UI
Gedung Rektorat Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menyoroti langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi Statuta Universitas Indonesia (UI). Kepala Badan Komunikasi Strategis/Koordinator Juru Bicara, Herzaky Mahendra Putra, mempertanyakan langkah pemerintah yang merevisi Statuta UI di tengah pandemi.

"Mengapa di saat kegelisahan rakyat memuncak terkait situasi pandemi terkini? Apakah memang perubahan statuta UI ini menjadi prioritas?" kata Herzaky, Rabu (21/7).

Baca Juga

Dirinya menduga pemerintah sengaja memantik kontroversi baru untuk mengalihkan situasi sulit yang dihadapi rakyat dan negeri saat ini. Ia pun mengingatkan bahaya dari langkah yang dilakukan pemerintah ini.

"Kalau aturan bisa disesuaikan dengan selera penguasa, akan menjadi negeri apa kita? Kalau kampus seharusnya menjadi benteng terakhir terkait integritas dan kredibilitas, kali ini Universitas Indonesia malah seakan dirusak kredibilitasnya oleh aturan ini.

Herzaky juga menduga upaya tersebut sengaja dilakukan pemerintah agar masyarakat mencemooh rektor dan institusi UI dan membuat kesan seolah pemimpin tertinggi di kampus maruk terhadap jabatan. Padahal, menurutnya tiap komisaris dan direksi BUMN, seharusnya diseleksi ketat.

"Mengapa bisa Rektor UI terpilih jadi komisaris salah satu BUMN pada tanggal 18 Februari 2020 lalu, jika ada aturan yang sebelumnya melarang?" ucapnya.

Ia mengimbau agar Menteri BUMN Erick Thohir untuk segera meminta saran kepada presiden menyikapi persoalan tersebut. Demokrat juga meminta pemerintah untuk fokus menyelematkan nyawa rakyat.

"Seperti yang selalu disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, itu yang harusnya menjadi prioritas," ungkapnya.

Anggota Komisi III DPR dari fraksi PDIP Arteria Dahlan juga mengkritisi revisi Statuta UI yang mengatur rangkap jabatan Ari Kuncoro sebagai Rektor UI dan Direksi BRI. Ia menuntut Ari mundur dari jabatannya.

Arteria menyebut UI punya motto tag line Veritas (Kebenaran), Probitas (Jujur), Iustitia (Adil) sebagai kebanggaan UI. Tapi menurutnya, ulah sang rektornya sangat memalukan. Ia mempertanyakan Ari ambil jabatan komisaris BUMN walau berstatus Rektor UI.

"Yang bersangkutan harusnya mundur saja jadi rektor kalau punya keinginan lain. Ngurusin UI saja kalau bener-bener diurus itu waktunya sangat kurang, apalagi kalau harus berbagi perhatian walau jadi komisaris sekalipun," kata Arteria kepada wartawan, Rabu (21/7).

Arteria menyatakan rangkap jabatan Ari bermasalah. Sebab Peraturan Pemerintah No 75 tahun 2021 terbit setelah Ari menduduki jabatan rangkap selaku Komisaris BRI.

"Rangkap jabatan tersebut melawan hukum, karena yang bersangkutan saat merangkap jabatan masih memakai statuta lama yakni PP 68/2013, dan demi hukum harusnya bisa diberhentikan oleh Mendikbud Ristek," ujar Arteria yang juga alumnus FHUI.

Diketahui statuta UI pada pasal yang mengatur rangkap jabatan telah direvisi. Dalam salinan PP 75/2021 yang diteken Jokowi pada 2 Juli 2021, Pasal 39 huruf c menyatakan seorang rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang rangkap sebagai direksi pada BUMN atau BUMD atau swasta.

Poin ini jelas berbeda dengan aturan pada PP 68 Tahun 2013 yang tegas menyatakan rektor dan wakil rektor dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat pada BUMN atau BUMD atau swasta. Aturan baru yang diterbitkan Jokowi ini sekaligus melanggengkan posisi Ari Kuncoro yang rangkap jabatan antara rektor UI dan wakil komisaris BRI. Selain itu, huruf e Pasal 35 PP 68 tahun 2013 yang menyatakan rektor dan wakil rektor dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI juga dihapus dalam aturan baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement