Selasa 20 Jul 2021 13:06 WIB

BPS: Kemiskinan Bisa Ditekan dengan Fokus di Jawa

Jumlah kelompok miskin di Pulau Jawa mendominasi.

Warga memandang permukiman padat penduduk tepi Sungai Ciliwung di Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (16/7/2021). Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga berkategori miskin di Jakarta bertambah dari 496.840 orang pada September 2020 menjadi 501.920 orang pada Maret 2021 atau 4,72 persen dari total penduduk Ibu Kota.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warga memandang permukiman padat penduduk tepi Sungai Ciliwung di Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (16/7/2021). Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga berkategori miskin di Jakarta bertambah dari 496.840 orang pada September 2020 menjadi 501.920 orang pada Maret 2021 atau 4,72 persen dari total penduduk Ibu Kota.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, mengemukakan angka kemiskinan di Indonesia bisa ditekan. Salah satu caranya dengan melakukan program pengentasan terfokus di Pulau Jawa.

"Kalau berfokus mengurangi jumlah kemiskinan secara nasional, fokus menanganinya di Pulau Jawa. Karena jumlahnya sangat besar," kata Margo melalui siaran pers yang disampaikan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Selasa (20/7).

Baca Juga

BPS melaporkan angka kemiskinan di Indonesia hingga Maret 2021 mencapai 10,14 persen atau setara 27,54 juta orang. Margo mengatakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian seluruh otoritas terkait untuk menurunkan angka kemiskinan di Tanah Air, yakni mengendalikan harga, perlindungan sosial bagi orang yang rentan, serta meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai stimulus.

Menurut Margo, program perlindungan sosial yang digelontorkan pemerintah pada saat pandemi Covid-19 dapat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan pada periode berikutnya. "Intinya, bagaimana memastikan program bantuan sosial itu diberikan secara tepat sasaran kepada orang yang sudah ditargetkan serta tepat penggunaan atau pemanfaatan," katanya.

Margo mengatakan BPS menghitung garis kemiskinan secara nasional per kapita berdasarkan nominal pengeluaran sebesar Rp 472.535 per bulan. Artinya, pengeluaran penduduk di bawah jumlah tersebut dikategorikan sebagai masyarakat tidak mampu atau miskin.

"Harapan kita, mereka yang terpilih sebagai sampel otomatis pengeluarannya bisa lebih tinggi dari garis kemiskinan dan dia bisa keluar dari garis kemiskinan. Karena telah mendapatkan bantuan sosial dan dimanfaatkan secara tepat," ujarnya.

Margo menambahkan garis kemiskinan di setiap provinsi berbeda-beda, tergantung pola konsumsi dan harga kebutuhan pokok di wilayah setempat. Contohnya, garis kemiskinan di Bangka Belitung sebesar Rp 3,4 juta per rumah tangga per bulan, berbeda dengan di Sulawesi Barat sebesar Rp 1,9 juta per rumah tangga per bulan.

Kalau pemerintah ingin menurunkan angka kemiskinan secara nasional, kata Margo, fokus pengentasan harus dilakukan di Pulau Jawa. Alasannya, meskipun secara persentase kecil, dari sisi jumlah sangat banyak. "Misalnya, angka kemiskinan di Jawa Tengah mencapai 4,1 juta, Jawa Barat 4,2 juta dan Jawa Timur 4,5 juta," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement