Senin 19 Jul 2021 13:12 WIB

Fokus Atasi Pandemi, Aturan Baru Soal IHT Sebaiknya Ditunda

Cukai merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap penerimaan pajak negara

Petani merawat tanaman tembakau di perladangan lereng gunung Sindoro Desa Cangal, Candiroto, Temanggung, Jateng, Senin (5/7/2021). (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Petani merawat tanaman tembakau di perladangan lereng gunung Sindoro Desa Cangal, Candiroto, Temanggung, Jateng, Senin (5/7/2021). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengendalian kasus aktif Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi nasional memiliki keterkaitan yang sangat erat. Semakin cepat pemerintah dapat menurunkan jumlah pasien terinfeksi Virus Corona dan melindungi keselamatan rakyatnya, kepercayaan pelaku ekonomi internasional akan cepat pulih. Otomatis mempercepat pula pertumbuhan ekonomi nasional.

Dosen dan peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya, Imaninar, mengatakan adanya kebijakan PPKM memberikan dampak pada penurunan pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor industri hasil tembakau (IHT). "Pemerintah sebaiknya fokus pada penurunan angka penularan Covid-19 sekaligus melindungi kehidupan ekonomi masyarakat kecil yang terganggu karena adanya PPKM darurat,” ujar dia kepada pers secara daring.

Menurut Imaninar, akan jauh lebih bijak jika pemerintah dan seluruh pelaku di berbagai sektor ekonomi saling bergotong-royong agar laju penyebaran Covid-19 dapat segera terkendali. Tekanan ekonomi yang muncul akibat pandemi yang belum juga usai, diderita pula oleh sektor IHT.  

"IHT juga mengalami pertumbuhan negatif pada 2020," ujarnya. "Industri pengolahan tembakau tercatat minus 5,78 persen sepanjang 2020. Penurunan terbesar terjadi pada kuartal II-2020 sebesar minus 10,84 persen, di mana ketika itu diberlakukan PSBB." 

Kondisi itu, ujar Imaninar, dapat menjadi gambaran bagi pemerintah bahwa berbagai kebijakan terkait IHT alangkah lebih bijak jika ditunda atau dipertimbangkan kembali demi keberlangsungan industri tersebut. Rencana pemerintah merevisi PP No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan hendaknya perlu dikaji dan dipertimbangkan kembali. "IHT salah satu industri yang memiliki kontribusi besar bagi perekonomian nasional, bahkan ketika di masa pandemi sekalipun,” katanya.

Imaninar mengatakan cukai merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap penerimaan pajak negara. Kontribusi terbesar penerimaan cukai berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) dengan rata-rata kontribusi sebesar 11 persen terhadap total penerimaan nasional. Bahkan, pada 2020, ketika terjadi pandemi, kontribusi CHT terhadap total penerimaan nasional mencapai 13 persen. 

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Makananan dan Minuman–Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPRTMM-SPSI) Sudarto menyatakan rencana pemerintah merevisi PP No 109/2012 hanya akan menambah beban masyarakat pekerja di sektor IHT, periklanan dan penyiaran. Aturan yang ada dinilainya sudah dibuat pemerintahan sebelumnya melalui kajian yang matang dan dapat diterima semua pihak, baik kalangan kesehatan, pekerja maupun pelaku IHT. 

Menurut Sudarto, ketentuan-ketentuan dalam PP No. 109 tahun 2012 sudah amat membatasi gerak IHT. Namun, karena sudah melalui proses yang cukup panjang dan disepakati bersama, pihak IHT menerimanya. "Namun kenyataannya, pemerintah tidak fokus melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut tapi membuat aturan baru," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement