Senin 19 Jul 2021 10:45 WIB

Spyware Israel Dijual ke Rezim Targetkan Aktivis-Jurnalis

Ada 50 ribu kontak yang diyakini bocor dan menjadi target sasaran.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Keamanan Siber (ilustrasi)
Foto: Reuters
Keamanan Siber (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Aktivis hak asasi manusia, jurnalis, dan pengacara di seluruh dunia menjadi sasaran operasi pengawasan menggunakan perangkat lunak yang menyasar ponsel mereka. Spyware atau perangkat lunak tersebut dijual kepada pemerintah otoriter oleh perusahaan Israel NSO Group.

Para aktivis, jurnalis, dan pengacara masuk di dalam daftar hingga 50 ribu nomor telepon yang bocor yang diyakini menarik bagi pelanggan perusahaan NSO. Tidak jelas dari mana daftar itu berasal atau ponsel siapa yang sebenarnya telah diretas.

Baca Juga

NSO membantah melakukan kesalahan. Pihaknya mengatakan, perangkat lunak dimaksudkan untuk digunakan melawan penjahat dan teroris dan hanya tersedia untuk militer, penegak hukum, dan badan intelijen dari negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang baik.

Dalam sebuah pernyataan, NSO mengatakan bahwa penyelidikan awal yang mengarah pada laporan terkait penuh dengan asumsi yang salah.

Spyware atau perangkat lunak yang dimaksud dikenal sebagai Pegasus. Tuduhan tentang penggunaan Pegasus dilakukan pada Ahad (18/7) oleh Washington Post, Guardian, Le Monde, dan 14 organisasi media lainnya di seluruh dunia. Pegasus menginfeksi perangkat iPhone dan Android untuk memungkinkan operator mengekstrak pesan, foto, dan e-mail, merekam panggilan, dan mengaktifkan mikrofon secara diam-diam.

Seperti dilansir laman BBC, tes forensik pada beberapa ponsel dengan nomor pada daftar menunjukkan lebih dari setengahnya memiliki jejak spyware itu. Sekitar 180 wartawan dikatakan dalam daftar berasal dari organisasi seperti Agence France-Presse, CNN, New York Times, dan Aljazirah serta banyak outlet berita lainnya.

Mereka juga termasuk dua wanita yang dekat dengan jurnalis Saudi yang terbunuh Jamal Khashoggi dan seorang jurnalis Meksiko bernama Cecilio Pineda Birto yang dibunuh di tempat cuci mobil. Daftar yang lebih luas juga mencakup kepala negara dan pemerintahan, anggota keluarga kerajaan Arab dan eksekutif bisnis.

Tuduhan di sini bukanlah hal baru. Namun yang baru adalah skala penargetan orang tak bersalah yang diduga terjadi. Hampir 200 reporter dari 21 negara memiliki nomor telepon mereka di daftar ini dan lebih banyak lagi nama-nama tokoh publik terkenal diharapkan akan terungkap.

Ada banyak hal yang tidak diketahui dalam tuduhan ini, termasuk dari mana daftar itu berasal dan berapa banyak nomor telepon yang secara aktif ditargetkan dengan spyware. NSO Group sekali lagi menyangkal semua tuduhan, tetapi ini merupakan pukulan bagi perusahaan yang secara aktif berusaha untuk mereformasi reputasinya.

Hanya dua pekan yang lalu NSO merilis laporan transparansi pertama mereka yang memerinci kebijakan dan janji hak asasi manusia. Meski, Amnesty International menepis dokumen 32 halaman itu sebagai brosur penjualan.

Tuduhan terbaru ini akan semakin merusak citranya, tetapi tidak akan merugikan perusahaan secara finansial. Sangat sedikit perusahaan swasta yang mampu memproduksi semacam alat mata-mata invasif yang dijual NSO.

Perincian lebih lanjut tentang siapa yang menjadi sasaran Pegasus diharapkan akan dirilis dalam beberapa hari mendatang. Whatsapp menggugat NSO pada 2019, menuduh perusahaan berada di balik serangan siber terhadap 1.400 ponsel yang melibatkan Pegasus. Pada saat itu, NSO membantah melakukan kesalahan, tetapi perusahaan telah dilarang menggunakan Whatsapp.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement