Senin 19 Jul 2021 00:48 WIB

Indonesia Dukung Kebijakan Subsidi Perikanan di WTO

Subsidi perikanan di WTO memasuki tahap penting setelah melalui diskusi 20 tahun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah nelayan mengumpulkan ikan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tawang, Rowosari, Kendal, Jawa Tengah, Kamis (8/7/2021). Menurut pedagang ikan sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat COVID-19, harga ikan turun hingga 25 persen karena permintaan pasar menurun dan terkendala pengiriman ke sejumlah daerah.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Sejumlah nelayan mengumpulkan ikan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tawang, Rowosari, Kendal, Jawa Tengah, Kamis (8/7/2021). Menurut pedagang ikan sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat COVID-19, harga ikan turun hingga 25 persen karena permintaan pasar menurun dan terkendala pengiriman ke sejumlah daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mendukung pembentukan disiplin subsidi perikanan di World Trade Organization (WTO). Komitmen tersebut diharapkan bisa menekan terjadinya penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di seluruh dunia.

Masalah ini telah dibahas lebih dari 20 tahun dan diharapkan segera mencapai kesepakatan bersama antaranggota WTO.

Baca Juga

“Indonesia siap secara penuh untuk terus terlibat dalam proses perundingan di WTO Jenewa untuk mencapai hasil yang positif, berimbang, efektif, dan konsensus oleh seluruh anggota WTO. Indonesia juga mendukung penyelesaian perundingan penciptaan disiplin subsidi perikanan yang efektif,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono, dalam Siaran Pers Kemendag, Ahad (18/7).

Menurut Djatmiko, Indonesia juga mendukung perlindungan terhadap small-scale dan artisanal fisheries bagi negara berkembang dan Least Developed Countries (LDCs). Hal itu dapat dilakukan melalui mekanisme special and differential treatment (SDT) yang harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembahasan perundingan.

Djatmiko mengatakan, perundingan subsidi perikanan di WTO memasuki tahap penting setelah melalui proses yang berjalan selama lebih dari 20 tahun. Untuk pertama kalinya, pertemuan Tingkat Menteri diadakan khusus untuk memberikan political guidance kolektif sebagai upaya menyelesaikan isu spesifik perundingan.

Djatmiko menambahkan, perbedaan pandangan di antara para anggota dalam memberikan tanggapan atas teks negosiasi yang dikeluarkan oleh Ketua Perundingan Santiago Wills masih cukup tinggi.

Negara berkembang dan LDCs pada umumnya masih berpandangan isi teks negosiasi belum mencerminkan posisi yang seimbang antara negara pemberi subsidi besar dengan negara berkembang dan LDCs. Khususnya terkait isu SDT dan pendekatan manajemen perikanan/fishery management dalam pilar overfishing dan overcapacity (OFOC).

Sementara, Negara maju tetap pada posisi menuntut terbentuknya disiplin yang terukur dan tidak memberikan blanket check fleksibilitas SDT dalam bentuk permanent carve-out bagi negara berkembang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement