Ahad 18 Jul 2021 11:39 WIB

Bashar Al-Assad Dilantik Jadi Presiden Suriah Keempat Kali

Assad secara resmi memenangkan 95 persen suara dalam pemilihan umum presiden

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Foto: Reuters
Presiden Suriah Bashar al-Assad.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Presiden Suriah Bashar al-Assad mengambil sumpah jabatan untuk masa jabatan yang ke empat, Sabtu (17/7) waktu setempat. Assad secara resmi memenangkan 95 persen suara dalam pemilihan umum presiden di negara yang dilanda perang.

Penyelenggara pemilu mengatakan, Assad (55 tahun) disumpah berdasarkan konstitusi Suriah dan Alquran di hadapan lebih dari 600 tamu, termasuk menteri, pengusaha, akademisi dan jurnalis. "Pemilu telah membuktikan kekuatan legitimasi rakyat yang diberikan kepada negara," ujar Assad dalam pidato pelantikannya dikutip laman The Guardian, Ahad (18/7).

Baca Juga

"Mereka telah mendiskreditkan deklarasi pejabat barat tentang legitimasi negara," ujarnya menambahkan. Menjelang pemilihan 26 Mei lalu, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman dan Italia mengatakan, bahwa pemilu Suriah tidak bebas atau adil. Sementara oposisi Suriah yang terfragmentasi menyebut pemilu tersebut "lelucon".

Setelah upacara pengambilan sumpah, Assad bertemu dengan menteri luar negeri China, Wang Yi yang melakukan kunjungan pertama oleh seorang pejabat tinggi China ke Suriah sejak awal 2012. Kedua pria tersebut membahas Suriah yang mungkin mengambil bagian dalam inisiatif infrastruktur dan perdagangan Belt and Road China.

Assad pertama kali dipilih melalui referendum pada 2000 setelah kematian ayahnya, Hafez al-Assad, yang telah memerintah Suriah selama 30 tahun. Pemilu itu merupakan pemilihan presiden kedua sejak dimulainya perang saudara selama satu dekade yang telah menewaskan hampir setengah juta orang. Sesaat sebelum upacara pelantikan Assad, Observatorium Suriah untuk HAM mengatakan, bahwa roket yang ditembakkan oleh pasukan pro-pemerintah menewaskan enam orang termasuk tiga anak-anak dan seorang pekerja penyelamat di benteng pemberontak besar terakhir di Idlib.

Perang Suriah telah menggusur jutaan orang sejak dimulai pada 2011 dengan penindasan protes anti-pemerintah. Assad meminta mereka yang bertaruh pada runtuhnya negara untuk kembali ke pelukan tanah air.

Dengan slogan kampanyenya, 'Harapan melalui kerja', Assad telah menempatkan dirinya sebagai satu-satunya arsitek rekonstruksi yang realistis. Dalam pidatonya, dia mengatakan fokusnya kini adalah membebaskan daerah-daerah yang masih di luar kendali pemerintah dan meningkatkan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat.

Setelah serangkaian kemenangan melawan jihadis dan pemberontak dengan dukungan utama dari sekutu Rusia dan Iran, pasukan pemerintah saat ini menguasai dua pertiga wilayah Suriah. Bekas afiliasi al-Qaida Suriah menjalankan benteng oposisi Idlib di barat laut, di mana pemberontak yang didukung Turki juga hadir.

Gencatan senjata Turki-Rusia sebagian besar telah diadakan di Idlib sejak Maret 2020, setelah menghentikan serangan mematikan terbaru pemerintah di wilayah berpenduduk sekitar tiga juta orang. "Namun pelanggaran terhadap gencatan senjata itu telah meningkat di selatan benteng dalam beberapa pekan terakhir," kata observatorium yang berbasis di Inggris.

Assad berjanji untuk merebut wilayah Suriah yang tersisa dari para teroris dan dari sponsor Turki dan Amerika mereka. Assad mengambil sumpahnya saat negara itu menghadapi krisis ekonomi yang mengerikan. Lebih dari 80 persen populasi hidup dalam kemiskinan, dan nilai pound Suriah telah jatuh terhadap dolar, menyebabkan inflasi yang meroket.

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah telah menaikkan harga bensin, roti, gula dan beras, sementara pemadaman listrik dapat berlangsung hingga 20 jam sehari karena kekurangan bahan bakar. Program Pangan Dunia mengatakan, secara nasional, 12,4 juta orang berjuang untuk menemukan makanan yang cukup setiap hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement