Jumat 16 Jul 2021 15:16 WIB

Benarkah WHO Mempersoalkan Vaksin Berbayar Indonesia?

WHO merespons pertanyaan vaksin berbayar Indonesia yang dikatakan pakai vaksin hibah

Rep: Muhammad Nursyamsi/Puti Almas/ Red: Elba Damhuri
WHO: Logo dan gedung kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss
Foto: EPA-EFE/MARTIAL TREZZINI
WHO: Logo dan gedung kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 12 Juli 2021 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggelar jumpa pers virtual Covid-19 yang dihadiri petinggi WHO dan banyak jurnalis. Dari WHO hadir Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dan Maria Van Kerkhove, Pimpinan Teknis Covid-19 WHO.

Ada juga Dr Mike Ryan, Direktur Eksekutif Program Darurat WHI, Dr Mariangela Simao, Asisten Dirjen WHO, dan Dr Soumya Swaminathan, Kepala Ilmuwan WHO. Kepala Unit WHO untuk Program Imunisasi, Dr Ann Lindstrand, juga hadir.

Dalam jumpa pers virtual ini WHO menyediakan translasi dalam enam bahasa termasuk Bahasa Portugis dan Hindi. Dr Tedros terlebih dahulu menyampaikan paparan yang kemudian disusul tanya jawab dengan jurnalis, yang diawali oleh Wartawan Guardian/Observer Inggris, Laura Spinney.

Kemudian wartawan Voice of America (VOA) Indonesia mengajukan pertanyaan tentang vaksin berbayar (gotong royong) kepada panelis WHO. Penanya mengaitkan program vaksinasi gotong royong dengan vaksin gratis yang diberikan pihak luar kepada Indonesia.

Dari transkrip lengkap jumpa pers tersebut, bunyi pertanyaan wartawan VOA sebagai berikut: Pemerintah Indonesia telah menetapkan sebuah program yang mensyaratkan sejumlah orang Indonesia harus membayar vaksinasi meskipun ada sejumlah vaksin yang merupakan pemberian gratis dari negara-negara lain. Apa posisi WHO atas program ini?

Ann Lindstrand diminta moderator untuk menjawab pertanyaan ini. Ann mengatakan, "Tentu untuk mendapatkan dampak yang paling mungkin, penting bagi semua warga untuk mendapatkan peluang yang sama mendapatkan akses (vaksinasi)," kata Ann seperti dikutip laman WHO di https://www.who.int/publications/m/item/covid-19-virtual-press-conference-transcript---12-july-2021 yang terbuka diakses publik.

Ann melanjutkan, "Vaksin berbayar bisa menimbulkan masalah etika dan isu akses (terhadap vaksinasi) terutama selama pandemi ini di mana kita butuh jangkauan dan vaksin harus menggapai masyarakat yang paling rentan."

Lebih jauh Ann menjelaskan tentang ada program vaksin kolaborasi pada level global yang digagas WHO dan banyak negara. Ann menyinggung peran COVAX, yang merupakan kerja sama global bersama WHO dan negara-negara untuk penanggulangan covid-19 di seluruh dunia dengan mempercepat penelitian, produksi, dan akses seluas-luasnya kepada vaksin.

Dari data Republika, Indonesia termasuk negara yang terlibat aktif pada kolaborasi global ini dan mendapat cukup banyak vaksin gratis dari berbagai negara. Menlu Retno Marsudi aktif dalam berbagai forum COVAX.

Selain itu, Ann menjelaskan, COVAX telah menyediakan vaksin hasil kolaborasi dengan Unicef, WHO, dan lain-lain. "Dan tentu saja mereka mendapatkan vaksin itu secara gratis, hingga 20 persen populasi didanai oleh para penyandang dana kolaborasi COVAX ini, yang (artinya) sangat tidak mungkin mereka menetapkan pembayaran (vaksinasi) di jalur ini."

Ann melanjutkan memang ada kebutuhan dana pengiriman dan lain-lain seperti untuk transportasi, logistik, pendingin vaksin, dan lainnya. Tetapi, kata Ann, ada pendanaan yang tersedia untuk semua negara melalui kerja sama bank pembangunan multilateral, Bank Dunia, dan juga dukungan dari COVAX.

Apakah Vaksin Berbayar Diambil dari Vaksin Gratis/Sumbangan?

Menteri Kesehatan Budi G Sadikin menjelaskan secara gamblang tentang vaksin berbayar individu ini. Menurut Menkes Budi, ide vaksin berbayar disampaikan dalam rapat tanggal 26 Juni 2021 di Kementerian Perekonomian atas inisiatif dari KPC-PEN. 

Pemerintah memandang laju vaksinasi gotong royong yang gratis cenderung lambat sehingga perlu ditingkatkan. Dikatakan Budi, vaksinasi gotong royong hanya mencapai 10 ribu-15 ribu vaksin per hari.

Budi menegaskan vaksinasi gotong royong berbayar ini tidak menggunakan APBN. Selain itu, vaksin gotong royong berbayar merupakan opsi, semua rakyat tetap bisa mendapatkan akses ke program vaksinasi gratis.

Menkes pun memastikan vaksin berbayar individu ini tidak menggunakan vaksin pemberian/hibah (vaksin gratis) dari negara-negara sahabat maupun dari kolaborasi dengan COVAX.

Budi mengatakan vaksin berbayar memakai Sinopharm dan Cansino dan tidak akan berbenturan dengan vaksin program yang sedang berjalan. 

Menteri BUMN Erick Thohir memastikan vaksinasi gotong royong berbayar, baik bagi badan usaha maupun individu, sesuai kebijakan vaksinasi yang telah ditetapkan pemerintah.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku, kata Erick, semua vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi gotong royong berbayar, baik untuk badan usaha/lembaga yang saat ini sudah berjalan maupun untuk individu, tidak menggunakan vaksin yang berasal dari vaksin yang sudah dialokasikan untuk program vaksinasi pemerintah.

Erick Thohir menegaskan vaksinasi berbayar tidak menggunakan vaksin yang berasal dari sumbangan atau pun hibah dari kerja sama bilateral dan multilateral, seperti hibah dari UAE dan yang melalui GAVI/COVAX.

BACA JUGA: Kemenkes: Vaksin Berbayar tak Ganggu Program Vaksin Gratis

BACA JUGA: Erick Thohir Pastikan Vaksin Berbayar tak Gunakan APBN

Vaksinasi gotong royong individu merupakan perluasan dari program vaksinasi gotong royong yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 tahun 2021 yang disahkan per 5 Juli 2021 ini merupakan perubahan kedua dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 tahun 2021, untuk memberikan opsi pilihan atau opsi yang lebih luas ke masyarakat dalam pelaksanaan vaksinasi.

Erick juga menyatakan seluruh pendanaan vaksinasi gotong royong berbayar, baik untuk badan usaha maupun individu, tidak pernah menggunakan APBN. Erick menekankan pentingnya saling gotong royong dalam kondisi PPKM Darurat ini. 

sumber : WHO
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement