Jumat 16 Jul 2021 14:36 WIB

Sri Mulyani: Realisasi PEN 2020 Capai Rp 575,8 Triliun

Realisasi terbesar pada klaster perlindungan sosial sebesar Rp 216,6 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pemerintah mencatat, realisasi PEN sepanjang 2020 mencapai Rp 576 triliun.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pemerintah mencatat, realisasi PEN sepanjang 2020 mencapai Rp 576 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatatkan realisasi program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 575,8 triliun sepanjang 2020. Adapun realisasi ini setara 82,83 persen dari alokasi yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp 695,2 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penggunaan dana PEN diprioritaskan belanja kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, anggaran pemerintah ini digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Baca Juga

"Tujuannya untuk mencegah pemburukan yang semakin dalam bagi UMKM dan dunia usaha. Selain itu, juga untuk menjaga kesehatan, juga untuk menjaga daya beli masyarakat," ujar Sri saat Sidang Paripurna DPR secara virtual seperti dikutip Jumat (16/7).

Sri merinci penggunaan anggaran PEN sektor kesehatan sebesar Rp 62,6 triliun. Sedangkan realisasi terbesar terdapat pada klaster perlindungan sosial sebesar Rp 216,6 triliun.

"Dari enam sektor program PEN, realisasi terbesar terdapat pada klaster perlindungan sosial sebesar Rp 216,6 triliun," kata Sri.

Kemudian diikuti dukungan UMKM sebesar Rp 112,3 triliun, sektor K/L dan pemda sebesar Rp 65,2 triliun. Lalu pembiayaan korporasi sebesar Rp 60,7 triliun dan sektor insentif usaha sebesar Rp 58,4 triliun. 

Atas dasar capaian itu itu, Sri mengklaim pemerintah berhasil menekan dampak negatif kehadiran Covid-19. "Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan tetapi juga aktivitas ekonomi, sosial, menurunkan kesejahteraan rakyat, serta berpotensi merusak stabilitas sistem keuangan," kata Sri menjelaskan.

Menurutnya pemerintah mengambil langkah yang luar biasa dalam situasi kegentingan yang memaksa, yakni dengan memberikan stimulus. Adapun kebijakan tersebut diarahkan untuk menangani pandemi yang berdampak pada kesehatan dan juga memulihkan perekonomian nasional.

Kebijakan ini, Sri menjelaskan, dilakukan secara cepat dan responsif dengan melakukan program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN). Di dalamnya juga ada kerja sama pemerintah dengan Bank Indonesia dalam penerbitan surat berharga negara (SBN) khusus melalui skema berbagi beban (burden sharing).

"Dana segar tersebut digunakan untuk klaster yang bermanfaat langsung bagi masyarakat contohnya perlindungan sosial, bantuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta pengadaan vaksin," ucapnya.

Ia mengungkapkan, berbagai kebijakan tersebut pada akhirnya berhasil menahan dampak kontraksi ekonomi akibat Covid-19. Indonesia mengalami kontraksi 2020 sebesar minus 2,07 persen. Angka ini membuat Indonesia sebagai negara yang memiliki kemampuan menjaga dampak pandemi Covid-19 pada perekonomian pada level moderat.

Sri menuturkan hal tersebut didukung oleh hasil riset Asian Development Bank pada April. Disebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara di Asean.

"Sinergi yang kuat antara fiskal, moneter dan sektoral, serta dukungan DPR telah meminimalkan dampak risiko global terhadap perekonomian nasional, sehingga ekonomi makro tetap terjaga dalam kondisi pandemi," ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement