Kamis 15 Jul 2021 18:05 WIB

UU Otsus Papua, Pakar: Jangan Ulang Kesalahan 2001

Pemerintah perlu menjelaskan alasan mengadopsi 18 pasal dari 3 pasal yang diusulkan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Dr Adriana Elisabeth tentang Otonomi Khusus Papua.
Foto: Fitriyan Zamzami/Republika-Istimewa
Dr Adriana Elisabeth tentang Otonomi Khusus Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR resmi ketok palu Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua jilid II menjadi undang-undang. Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth meminta, pemerintah untuk segera melakukan sosialisasikan undang-undang tersebut ke masyarakat Papua setelah diundangkan.

"Jangan mengulang kesalahan ketika otsus 21 2001 ya, itu kan salah satu kelemahan itu karena sosialisasinya kan tidak merata, sebagian masyarakat di Papua hanya memahami itu sebagai uang dana otsus, itu salah satu kesalahan fatal menurut saya," kata Adriana kepada Republika, Kamis (15/7).

Menurutnya, pemerintah perlu menjelaskan alasan mengadopsi 18 pasal dari 3 pasal yang diusulkan pemerintah. Selain itu perlu juga dijelaskan bagaimana merealisasikan otsus tersebut dengan alokasi dana yang telah disepakati. Sebanyak mungkin pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat.

Selain itu pemerintah juga perlu melakukan pendampingan di beberapa hal. Berkaca dari pelaksanaan otsus sebelumnya, pendampingan tersebut tidak dilakukan.

"Waktu transisi dulu itu tidak ada pendampingan, Papua diberikan otoritas, diberikan anggaran suruh mereka mengurus sendiri, itu banyak kesalahan. Sekarang diperhatikan mana hal-hal yang masih perlu pendampingan dari pusat, jadi lebih jelas gitu," ujarnya.

Selain itu masalah representasi otsus Papua juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Idealnya semua tokoh adat yang mewakili suku Papua diajak bicara. Sehingga menurutnya kedepan perlu dibangun sistem agar pemerintah berdialog dengan seluruh elemen masyarakat Papua.

"Siapa yang mewakili siapa, memang ada DPR ada DPD segala macam, tapi apakah itu kemudian dianggap oleh masyarakat yang menolak itu mewakili suara mereka, itu harus kita perhatikan, karena Papua itu kan masyarakatnya heterogen, jadi itu berdampak kepada sistem perwakilan," ungkapnya.

Kemudian Adriana juga menyikapi soal dana otsus yang telah disepakati 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Sementara dalam RUU Otsus Papua kali ini terdapat 18 pasal yang diubah. Menurutnya dana otsus perlu dibahas terpisah dengan substansi otsus. 

"Coba bayangkan 18 pasal yang dimasukkan itu secara substansi itu bagaimana merealisasikannya dan itu kompatibel nggak dengan dana yang sudah ditambah jumlahnya?" jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement