Rabu 14 Jul 2021 16:15 WIB

Mahasiswa UBSI Kampus Pontianak Cegah Tangkai Radikalisme

HIMS UBSI Pontianak ikut serta undangan FGD Cegah Tangkai Radikalisme

 Perwakilan dari Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) kampus Pontianak diwakili mahasiswa pengurus Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi (HIMSI) menghadiri undangan di Aula Sudirman Kodam XII/TPR.
Foto: UBSI
Perwakilan dari Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) kampus Pontianak diwakili mahasiswa pengurus Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi (HIMSI) menghadiri undangan di Aula Sudirman Kodam XII/TPR.

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Perwakilan dari Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) kampus Pontianak diwakili mahasiswa pengurus Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi (HIMSI) menghadiri undangan di Aula Sudirman Kodam XII/TPR.

Undangan tersebut merupakan kegiatan Focus Group Discussion Komunikasi Sosial yang bertajuk ‘Cegah Tangkai Radikalisme/Separatisme’ pada Selasa (29/6) yang lalu. Radikalisme sendiri dapat diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan dalam lingkungan dan politik dengan cara yang ekstrem dan terdapat kekerasan di dalamnya.

Sementara separatisme merupakan usaha dari suatu kelompok atau golongan untuk memecahkan satu dan kesatuan suatu bangsa. Seminar yang sangat bermanfaat untuk mahasiswa agar tidak terjebak dan melakukan aksi radikalisme atau separatis dihadiri juga oleh tokoh-tokoh penting. Salah satunya adalah Ustaz Sofyan Sauri dan Rektor Universitas Tanjungpura, Prof Dr Garuda Wiko. 

Ustaz Sofyan menyampaikan empat poin penting dalam penanganan radikalisme dan separatisme. "Beberapa poin penting antara lain memberikan pemahaman kepada orang-orang yang terpengaruh dalam pembicaraan radikalisme, berbicara yang baik kepada tetangga," tutur Ustaz Sofyan, berdasarkan rilis yang diterima, Rabu (14/7).

Ia melanjutkan, juga harus memberitahu berita hoaks yang telah diketahui oleh banyak orang yang termasuk dalam terorisme. Terorisme itu seperti narkoba yang bisa membuat candu dan terakhir dapat memunculkan konflik termasuk dalam kemunculan radikalisme.

Ustaz Sofyan juga mengatakan bahwa umat muslim di Indonesia banyak mendirikan pesantren. Namun dalam masyarakat banyak terjadi konflik tanpa adanya regulasi. "Amalan ada pertentangan itu harus ditunda bukan dilakukan dalam ruang lingkup masyarakat. Banyak generasi muda buta nilai toleransi, para mentor harus memahami nilai-nilai kebangsaan kepada adik kelas," ujarnya.

Sementara Prof Dr Garuda menyampaikan harapannya kepada mahasiswa sebagai agen pencegahan dalam aksi radikalisme. "Ada banyak organisasi yang bergerak dalam bidang penjelasan nasionalisme di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan Pendidikan membentuk kelembagaan pendidikan serta membantu gerakan gugus nasionalisme/patriotisme," ungkapnya.

Ia berharap, kegiatan ini akan menjadi agen pencegahan, menumbuhkan rasa semangat kepada para mahasiswa dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat dan pelajar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement