Rabu 14 Jul 2021 13:00 WIB

2.700 Pidana Koneksitas Belum Diproses ke Pengadilan

Pidana koneksitas merupakan pidana yang dilakukan bersama-sama sipil dan militer.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Joko Sadewo
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (kiri) -foto ilustrasi-
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (kiri) -foto ilustrasi-

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan, masih ada sebanyak 2.726 perkara tindak pidana koneksitas yang sampai saat ini belum dapat diproses ke pengadilan. Jumlah kasus tersebut, merupakan 23 persen dari setotal 12.017 perkara tindak pidana yang ditangani oleh kejaksaan.

Hal tersebut dikatakan Burhanuddin saat melantik Laksamana Madya Anwar Saadi sebagai Jampidmil. Burhanuddin memerintahkan, agar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Anwar Saadi, untuk segera menuntaskan perkara-perkara pidana koneksitas tersebut melalui penegakan hukum.

“Tugas saudara (Jampidmil) ke depan, sangat berat. Sebagai seorang pioner, tentunya saudara dituntut untuk bergerak cepat, dan harus mampu meletakkan dasar pola kerja, dan tata cara kerja, sehingga bidang pidana militer, mampu menjawab apa yang diharapkan,” ujar Burhanuddin, Rabu (14/7).

Jampidmil, adalah struktur baru di Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk kamar pidana militer. Pelantikan tersebut, menempatkan Anwar Saadi, sebagai Jampidmil pertama, dalam sejarah lembaga penuntutan tertinggi di Indonesia tersebut. Burhanuddin, juga meminta Anwar Saadi, untuk segera membentuk asisten pidana militer di level Kejaksaan Tinggi (Kejati), untuk menyelesaikan perkara-perkara pidana koneksitas tersebut.

Tindak pidana koneksitas, merupakan perbuatan pidana yang dilakukan bersama-sama antara masyarakat sipil, dan anggota militer aktif. Selama ini, tindak pidana yang dilakukan oleh sipil, dituntut oleh kejaksaan di pengadilan umum. Sementara untuk pelaku tindak pidana dari kalangan militer, penuntutan, maupun pengadilannya dilakukan khusus di peradilan militer, dengan tim penuntutan juga dari militer.

Dua pengadilan yang terpisah antara sipil dan militer tersebut, dikatakan Burhanuddin memunculkan disparitas dalam penuntutan. Padahal, antara militer, dan sipil tersebut, dalam melakukan tindak pidana, pada saat bersama-sama. Kondisi tersebut, Burhanuddin katakan, memunculkan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Pun dikatakan Burhanuddin, mengacu penjelasan Pasal 57 ayat 1 UU 31/1997 tentang Pengadilan Militer, tetap menempatkan kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntutan.

Dengan adanya Jampidmil, kata Burhanuddin, akan mengikis disparitas dalam penuntutan antara pelaku tindak pidana dari militer, maupun sipil. “Sehingga diharapkan, dalam menjalankan tugasnya, (Jampidmil), penuntutan, tidak menjadi disparitas. Khususnya dalam perkara-perkara pidana koneksitas. Dan hadirnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer, mampu mengekselerasi penanganan perkara-perkara pidana militer,” kata Burhanuddin.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement