Selasa 13 Jul 2021 21:05 WIB

Permintaan Peti Mati di Tulungagung Meningkat

Permintaan peti mati meningkat seiring lonjakan angka kematian di Tulungagung.

Warga membesuk keluarganya yang dikarantina di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur. Saat ini kasus positif dan kematian akibat Covid-19 di Tulungagung mengalami peningkatan.  (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Destyan Sujarwoko
Warga membesuk keluarganya yang dikarantina di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur. Saat ini kasus positif dan kematian akibat Covid-19 di Tulungagung mengalami peningkatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,TULUNGAGUNG -- Permintaan peti mati di tingkat perajin di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur (Jatim) mengalami peningkatan dalam beberapa pekan terakhir seiring terjadinya lonjakan kasus Covid-19 yang diiringi angka kematian tinggi di daerah tersebut. Salah satu pasangan perajin peti mati, Supono (70) dan Suhajar (60), Selasa mengungkapkan, saat ini tempat usaha mereka rata-rata bisa menjual 5-6 unit peti mati berbagai ukuran.

"Awalnya kami membuat peti mati untuk memenuhi kebutuhan perkumpulan (Tionghoa), namun sekarang sudah banyak permintaan dari masyarakat umum maupun rumah sakit," kata Suhajar, Selasa (13/7).

Baca Juga

Dia sendiri hanya membantu Supono membuat peti mati. Keduanya saling membantu. Suhajar yang menyediakan modal dan akses pemasaran, Supono sebagai tenaga pertukangan yang memproduksi peti mati pesanan pelanggan.

Namun, produk peti mati yang mereka buat memang tidak sebanyak pelaku usaha peti mati di tempat lain. Pasalnya, Supono hanya mengandalkan peralatan tradisional.

 

 

Gergaji, palu, meteran pengukur serta pensil. Satu peti mati yang dibuat dengan bahan partikel setebal 1,5 centimeter, bisa diselesaikan dalam dua jam.

Dalam sehari, Supono yang diberi jasa pembuatan senilai Rp 70 ribu per unit, bisa mengerjakan hingga 5-6 peti mati. Satu peti mati dijual dengan harga Rp 360 ribu.

Harga peti naik sekitar sebulan terakhir, lantaran harga bahan baku partikel naik sekitar Rp 30 ribu per lembarnya. Meski demikian, peti buatannya tak melulu dihargai sebesar itu. Jika pembeli peti mati dari keluarga kurang mampu, dirinya hanya menarik seikhlasnya saja.

"Kalau RT-nya ngomong keluarga enggak mampu, saya berikan saja," kata Suhajar.

Permintaan peti juga mengalami kenaikan dalam sebulan terakhir. Jika kondisi normal, sehari hanya membuat 2-3 unit peti mati. Namun, dalam sebulan terakhir, permintaan peti mati naik 5-6 peti mati tiap harinya.

Beberapa waktu lalu, lanjut Suhajar, pihaknya sempat menerima pesanan dari RSUD dr. Iskak sebanyak 40 peti mati dalam sehari, namun akhirnya tidak disanggupi karena tidak mampu melayani pesanan tersebut.

photo
Infografis: Angka Kematian Naik 400 Persen di akhir Juni, Jabar dan DKI Tertinggi - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement