Selasa 13 Jul 2021 16:29 WIB

Jelang Haji, Warga Makkah Punya Tradisi Sambut Jamaah

Interaksi intens dan menjamu para jamaah telah membentuk komunitas penduduk Makkah.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Kota Makkah
Foto: Arabnews.com
Kota Makkah

IHRAM.CO.ID, MAKKAH – Setiap tahun penduduk Makkah, Arab Saudi menjadi tuan rumah bagi para jamaah yang melakukan ibadah haji. Hal ini membentuk ikatan dan persahabatan. “Kami membuka hati kami di depan pintu rumah kami untuk mereka,” kata Noura al-Ahmadi (70 tahun).

Seperti keluarga al-Ahmadi, penduduk Makkah dengan gedung bertingkat biasa menyambut para jamaah. Salah seorang dari mereka adalah Fatimah Mohamed Soror (78 tahun) yang tumbuh dengan tradisi menjamu para jamaah di rumah empat lantainya di Al-Falaq, hanya 10 menit berjalan kaki dari masjid.

“Loteng memiliki dua kamar, ada dapur kecil dan kamar mandi. Kami biasa menampung para jamaah di tiga lantai dan seluruh keluarga akan naik ke loteng selama haji. Tiga lantai akan kami sewakan,” kata Soror.

Dengan perluasan Masjidil Haram selama bertahun-tahun, rumah-rumah terakhir dihancurkan pada perluasan tahun 2008. Ibadah haji melambangkan konsep-konsep penting dari iman Islam yang memperingati cobaan Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Setiap Muslim dewasa yang berbadan sehat dan mampu secara finansial membayar perjalanan harus melakukan haji setidaknya sekali seumur hidup.

Dilansir About Islam, Selasa (13/7), interaksi intens dan menjamu para jamaah telah membentuk komunitas penduduk Makkah. Bagi Dr. Hussain Ghanam (64 tahun) tumbuh di Makkah seperti berada di PBB. Dia banyak mengenal orang dengan latar belakang, budaya, kebangsaan, dan karir yang berbeda.

Selain itu, haji juga membuat penduduk Makkah lebih terbuka dengan orang dan menerima hal-hal baru. “Kami belajar banyak dari para jamaah. Misal, masakan Makkah sekarang termasuk masakan India, Bukhari, dan Indonesia,” ujar dia.

Meskipun bertahun-tahun telah berlalu, banyak penduduk masih mengingat hadiah yang biasa dibawa oleh para jamaah dari negara asal mereka kepada tuan rumah dan menjual sisanya di jalan-jalan Mekah. Al-Ahmadi secara khusus mengingat hadiah-hadiah tersebut.

“Orang Indonesia dulu punya sarung. Saya juga ingat seorang wanita Mesir yang biasa membelikan saya pakaian katun. Itu adalah katun kualitas terbaik yang pernah saya dapatkan. Mereka mencintai kami dan kami juga mencintai mereka,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement