Rabu 14 Jul 2021 04:42 WIB

Ikhtiar Memutus Rantai Covid-19 di Kalangan Ulama

Muslim diajarkan untuk senantiasa menanamkan sikap ridho dan bersabar atas musibah.

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada santri di Pondok Pesantren. Foto ilustrasi
Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada santri di Pondok Pesantren. Foto ilustrasi

Oleh : Muhammad Fakhruddin, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Akhir-akhir ini dunia dakwah Tanah Air diliputi berita duka. Satu per satu para kiai wafat di tengah pandemi Covid-19. Data per 11 Juli 2021 menyebutkan sebanyak 36.197 kasus baru Covid-19 dengan jumlah kematian sebanyak 1.007 dalam sehari di Indonesia.

Sementara dalam catatan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama hingga 4 Juli 2021, terdapat sebanyak 584 kiai yang wafat di tengah pandemi Covid-19. Angka ini belum termasuk meninggalnya sejumlah kiai kondang dalam sepekan terakhir.

Wasekjen MUI, KH Abdul Ghaffar Rozin atau yang akrab disapa Gus Razin mengungkapkan, terjadi peningkatan penularan yang sangat signifikan terhadap para kiai dan pengasuh pesantren terutama di seluruh wilayah Madura dan wilayah lain seperti Jawa Tengah utara seperti Pati, Kudus, Demak, Jepara, dan daerah lainnya secara merata.

Lebih lanjut dia menjelaskan, kondisi ini diperparah dengan munculnya varian baru yang kehadirannya tidak bisa diantisipasi dengan baik. Sehingga menjadi salah satu faktor dalam meningkatnya kasus Covid-19 di lingkungan pondok pesantren.

Oleh karena itu perlu adanya ikhtiar untuk memutus mata rantai Covid-19, terutama di kalangan ulama dan santri. Ketua Umum MUI Jatim, KH Hasan Mutawakkil menekankan perlunya menjaga protokol kesehatan semaksimal mungkin dan menaati peraturan PPKM yang diterapkan pemerintah, serta jangan pernah meremehkan penyakit apapun, tak terkecuali Covid-19.

Selain itu, KH Hasan Mutawakkil mengajak untuk memperbanyak istighfar dan bertaubat dalam rangka taqarrub pada Allah SWT serta perbanyak doa dan membaca shalawat berikut ini tiga (3) kali usai shalat lima (5) waktu:

اللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ صَلاَةً تَدْفَعُ بِهَا عَنّا الطَّعْنَ وَ الطَّاعُوْنَ يَا مَنْ أَمرُهُ إذَا اَرَادَ شَيأً أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْن وَعَلَى الِه وَصَحْبِه وَسَلِّم

"Allahumma sholli'ala sayyidina Muhammadin sholatan tadfa'u biha 'annath tho'na waththo'uuna yaa Man amruhu idza arooda syai-an an-yakuu la lahu kun fayakun wa'ala alihi wasohbihi wassalim."

Ketua MUI Bidang Pengkajian dan Penelitian, Prof Utang Ranuwijaya yang pernah terpapar Covid-19 berbagi pengalaman agar cepat sembuh dari infeksi wabah ini. Pada intinya dalam agama Islam, kata dia, umat Muslim diajarkan untuk senantiasa menanamkan sikap ridho dan bersabar terhadap semua musibah yang diberikan oleh Allah. Sikap ridho dan sabar dalam menyerahkan segala urusan pada Allah membuat seorang Muslim menjadi lebih bisa berpikir positif.

Dua hal ini sebenarnya yang menjaga imunitas tubuh karena di balik tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Tentunya juga disertai ikhtiar yang sesuai dengan anjuran dokter.

Prof Utang menyakini ada hadits Nabi yang menjelaskan bahwa tiap penyakit itu ada obatnya. Oleh karena itu, dia mengungkapkan telah melakukan berbagai ikhtiar untuk menyembuhkan sakitnya. Salah satunya adalah menerapkan pengetahuan dan informasi valid yang ia dapatkan dari para ahli untuk menangani penyakitnya.

Ia mengajak untuk berdoa dan bertobat pada Allah. Meyakini setiap musibah ada hikmahnya, karena jika kita meyakini hal-hal yang positif maka pada akhirnya segala sesuatu itu akan berakhir dengan kegembiraan. Kegembiraan bathiniah yang dapat menyembuhkan sakit fisik maupun psikologis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement