Selasa 13 Jul 2021 09:38 WIB

Bangun Strategi Pengembangan Desa Wisata Indonesia

Desa wisata dapat diimplementasikan di pelosok negeri karena beragamnya potensi

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Hiru Muhammad
Acara Webinar Desa Wisata yang digelar Bank Indonesia Pematangsiantar pada Senin (12 Juli).
Foto: Bank Indonesia Pematangsiantar
Acara Webinar Desa Wisata yang digelar Bank Indonesia Pematangsiantar pada Senin (12 Juli).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan peran desa dalam pengembangan pariwisata daerah. Desa Wisata Indonesia adalah salah satu program yang dapat diimplementasikan di berbagai pelosok negeri karena beragamnya potensi.

Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf, Indra Ni Tua menyampaikan konsep pembangunan desa wisata bisa berdasar pada basis alam, budaya, maupun buatan. Yang penting semuanya memiliki prinsip pemenuhan 3A yakni atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.

"Tentu juga harus membentuk branding dengan pemasaran, dan promosi, selain itu pengembangan sumber daya manusianya," katanya dalam Webinar Bank Indonesia Pematangsiantar, Senin (12/7).

Kolaborasi dalam pengembangan perlu diperkuat antara masyarakat, maupun BUMDes, pemerintah daerah, hingga industri. Aspek kesiapan mencakup higienitas kebersihan kesehatan, infrastruktur, dan kesiapan informasi teknologi.

 

Indra mengatakan Kemenparekraf sendiri memiliki program pendampingan SDM di desa wisata. Mekanismenya melalui supervisi, coaching, monitoring, dan evaluasi. Bidang pendampingan meliputi homestay, kepemanduan, pengelolaan, kuliner, fashion, kriya, dan lain-lain.

Dari sisi teknologi informasi, Kemenparekraf juga mengembangkan sistem jejaring desa wisata. Sistem iin menyajikan informasi sebaran desa wisata dengan indikator kategori desa sesuai hasil self assessment dari pengelola desa yang diverifikasi oleh regulator.

Salah satu contoh desa wisata adalah Desa Wisata Nglanggeran, di Yogyakarta. Pegiat Desa Nglanggeran Yogyakarta, Sugeng Handoko mengatakan pengembangan desa wisata ini dimulai dengan mengenali potensi yang ada di wilayah. Ini menjadi titik paling menantang karena sebelumnya daerah ini dikenal tanpa potensi."Setelah mengenali potensi, juga langsung mengelola SDM, dan melakukan pemasaran hingga lebih aktif di media sosial," katanya.

Pengelola juga melakukan kolaborasi dan menciptakan ekosistem pendukung. Pernah pada 2014, desa wisata Nglanggeran mencapai kunjungan tertinggi hingga 325 ribu orang dengan omzet Rp 1,4 miliar. Namun kini, desa wisata fokus pada quality tourism.

Artinya, dengan jumlah wisatawan yang lebih sedikit, omzet tetap meningkat signifikan. Terbukti pada 2019, pengunjung berkurang menjadi 103 ribu orang, namun omzet meningkat tiga kali lipat menjadi Rp 3,3 miliar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement