Selasa 13 Jul 2021 05:23 WIB

Australia Masih Kekurangan Pekerja Terampil, Peluang?

Australia Masih Kekurangan Pekerja Terampil, Peluang?

Rep: Ian Verrender/ Red:
Pekerja di Australia
Pekerja di Australia

Meski sudah menerima kedatangan migran dalam jumlah besar selama bertahun-tahun, Australia masih kekurangan pekerja terampil.

Sementara itu, para politisi terus memperketat perbatasan dengan mengusir mereka yang datang secara ilegal lewat laut.

Nades dan Priya Murugappan membuat kesalahan besar ketika mereka tiba secara terpisah di Australia dari Sri Lanka hampir 10 tahun lalu.

Pasangan yang bertemu di sebuah perusahaan pengolahan daging di Biloela, Queensland ini sekarang sudah memiliki dua orang anak.

Mereka tinggal di kota tersebut selama empat tahun.

Pasangan yang memiliki visa perlindungan sementara tersebut sempat ditahan dan dikirim ke Christmas Island untuk dideportasi.

Sejak tahun 2019, mereka berada dalam penahanan imigrasi dengan kedua putri mereka Kopika dan Tharnicaa dalam operasi penjagaan selama 24 jam yang sudah menghabiskan biaya sekitar Rp60 miliar bagi pemerintah Australia.

Mereka seharusnya bisa mengajukan visa sebagai tenaga terampil atau visa mahasiswa, dibanding harus meninggalkan negara asal dengan perahu ke Australia.

Peluang untuk tinggal di Australia bagi mereka pun juga lebih besar melalui jalur demikian.

Daftar 'Skilled Occupation List' Australia bagi pekerja asal luar negeri mencatat berbagai jenis pekerjaan yang dibutuhkan, mulai dari tukang kayu, direktur perusahaan, koki, hingga penulis lagu.

Dan banyak pekerjaan lainnya.

Setiap tahunnya, Australia mengeluarkan daftar ratusan jenis pekerjaan yang dibutuhkan negeri ini untuk menarik pekerja terampil dari luar negeri.

Bila jenis pekerjaan yang Anda persiapkan untuk aplikasi visa tidak muncul, jangan khawatir.

Selama bertahun-tahun, para politisi sudah memperketat penjagaan perbatasan hingga mengancam untuk mengusir kapal pembawa migran gelap atau menjatuhkan ancaman penjara.

Namun, kenyataannya, aturan keras ini telah diterapkan bagi mereka yang paling tidak bisa membela diri sendiri: yang paling miskin dan lemah.

Saat Australia bersikap keras terhadap pengungsi, negara itu telah "membuka pintu" bagi banyak migran setiap tahunnya, dan merupakan salah satu negara dengan program imigrasi terbanyak di dunia.

Setiap minggu sekitar empat ribu warga baru tiba di Australia, utamanya di dua kota terbesar di sana, Melbourne dan Sydney.

Namun setelah bertahun-tahun migrasi massal ini terjadi, Australia masih kekurangan tenaga twrampil.

Pemetik buah, pekerja restoran, barista adalah beberapa contoh jenis pekerjaan yang sangat dibutuhkan.

Hampir setiap hari ada pernyataan dan seruan agar Australia membuka diri untuk menerima kedatangan internasional walau di tengah pandemi COVID-19.

Pertumbuhan upah yang rendah mempengaruhi perekonomian

Gubernur Bank Sentral Australia Phil Lowe baru-baru ini mengatakan bahwa Australia sudah lama menggunakan imigrasi untuk membuat upah para pekerja tetap rendah.

Walau memang terjadi, pernyataan ini tidak disenangi oleh para politisi dan pemilik bisnis besar.

Selama bertahun-tahun, salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Australia adalah rendahnya kenaikan gaji.

Menurut data yang ada, dalam 12 bulan terakhir, upah pekerja yang tidak meningkat menjadi ancaman terbesar bagi pemulihan ekonomi di tengah pandemi, khususnya di tengah meningkatnya utang yang dimiliki warga.

Namun ketika nilai upah mulai bertambah, maka seruan untuk mendatangkan lebih banyak migran akan segera muncul.

Membanjirnya pekerja asing terutama di bidang layanan jasa menyebabkan banyak gaji pekerja lain tidak naik, hingga akhirnya menimbulkan eksplotasi dan pencurian gaji besar-besaran.

Pekerja asing masih rentan eksploitasi

Banyak migran asing yang tidak mengetahui hak mereka dan ingin bekerja di bidang apa saja, sehingga membuat mereka rentan dieksploitasi.

Mahasiswa dan pemegang visa sementara adalah mereka yang paling rentan,  namun migran yang datang dengan visa permanen juga mengalami hal yang sama.

Cerita mengenai pelecehan seksual dan eksploitasi terhadap para pekerja asing sering kali menjadi pemberitaan di berbagai media.

Lima tahun lalu, sebuah penyelidikan oleh Senat Parlemen Australia mengeluarkan laporan berjudul "Hal Yang Memalukan Negara: Eksploitasi Pemegang Visa Sementara".

Dalam laporan tersebut disimpulkan bahwa pemegang visa sementara mencakup sekitar 10 persen dari keseluruhan angkatan kerja, dan ini mempengaruhi keberadaan lapangan kerja bagi lulusan universitas dan membuat pertumbuhan upah.

Namun masalah paling besar adalah ekploitasi.

Fair Work Ombudsman berulang kali melaporkan denda dan penggerebekan yang dilakukan terhadap bisnis yang sengaja membayar rendah staf mereka.

Sejak beberapa bulan lalu, hampir setiap hari muncul berita mengenai kekurangan tenaga kerja terampil di Australia, dan perlunya segera mendatangkan pekerja asing karena perusahaan harus membayar tinggi staf yang ada yang saat ini.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement